Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman Taliban: Putri Anda Berikutnya

Kompas.com - 25/10/2012, 14:57 WIB

ISLAMABAD, KOMPAS.com — Seorang aktivis muda Pakistan dari daerah yang seasal dengan Malala Yousafzai, gadis yang ditembak di kepalanya oleh pria bersenjata Taliban bulan ini, telah diancam via telepon bahwa dia akan menjadi korban berikutnya.

Gadis itu bernama Hinna Khan (17 tahun). Ia berasal dari Swat, wilayah asal Malala yang secara terbuka menentang Taliban dan telah diserang ketika ia duduk di sebuah van bersama teman-teman sekelasnya, di Kota Mingora. Para pengancam menelepon ke ponsel milik Ibu Hinna Khan dua hari setelah Malala ditembak.

"Taliban pernah menculik dan menyiksa saya di masa lalu karena mempromosikan pembangunan perempuan, tapi sekarang mereka mengancam seluruh keluarga," ujar ayah Hinna, Reyatullah Khan.

Khan sudah lama secara terbuka menentang Taliban. Tahun 2008 ia menghimpun sebuah "jirga" setempat untuk mengecam para ekstremis karena memaksa penutupan sekolah-sekolah di Swat. Sejak tahun 1999 ia dan istrinya bekerja melalui organisasi mereka sendiri untuk mempromosikan program-program pembangunan dan keaksaraan yang mendukung kaum perempuan.

Meski ia sudah bertahun-tahun mendapat ancaman, sekarang ia menganggapnya jauh lebih serius mengingat serangan terhadap Malala, yang kini mulai pulih di rumah sakit di Inggris.

Dua minggu sebelum upaya pembunuhan terhadap Malala (14 tahun), Khan telah melihat seseorang mengecat tanda palang merah di pintu gerbang rumah keluarganya di Islamabad, di mana mereka tinggal sejak melarikan diri dari Swat tahun 2007. "Saya menghapus (tanda) itu, tetapi seseorang kemudian mengecatnya lagi," katanya. "Kemudian setelah Malala diserang, kami menerima telepon yang mengancam bahwa putri Anda yang berikutnya, dan kami telah mengirimkan orang ke Islamabad untuk menyasar dia."

Penelepon mengatakan, keluarga Khan bersalah karena telah "melupakan budaya Anda". Keluarga tersebut sejak itu membatasi gerakan mereka dan jarang keluar rumah.

Taliban, yang tidak mengeluarkan peringatan terbuka terhadap Khan, membenarkan upaya mereka untuk membunuh Malala karena gadis itu telah mengampanyekan aturan "sekuler" ketimbang aturan berdasarkan interpretasi gerakan militan itu terhadap hukum Islam.

Hinna juga telah terlibat dalam gerakan orangtuanya. Ia mengorganisasi demonstrasi di Islamabad tahun 2008 yang menyerukan perdamaian di Swat. Ketika itu lembah tersebut sedang berjuang untuk mengatasi pemberontakan Taliban yang meningkat, yang kemudian dihancurkan tentara Pakistan. Kelompok itu mengambil alih rumah keluarga Khan di Swat, lalu mengubahnya menjadi "kantor" Taliban pada awal 2009.

Reyatullah Khan mengatakan, ia tidak menerima bantuan apa pun meskipun telah meminta perlindungan kepada  menteri dalam negeri negara itu. Dia mengatakan, dirinya sangat prihatin sampai berpikir untuk bergabung dengan para kerabat di Afganistan, tempat yang jauh lebih berbahaya ketimbang  wilayah pinggiran Kota Islamabad.

"Saya akan meminta (bantuan) ke (Presiden Afganistan) Hamid Karzai karena di Pakistan para menteri dan pemerintah tidak tulus," katanya. "Di Afganistan, pemerintah setidaknya tulus kepada rakyatnya."

Orang-orang Pakistan yang paling menentang Taliban kecewa bahwa percobaan pembunuhan terhadap Malala belum juga bisa memicu penumpasan militer terhadap Taliban, khususnya di tempat persembunyian mereka di sabuk kesukuan Waziristan utara.

AS sudah lama menuntut langkah semacam itu, dan sejumlah pengamat yakin bahwa panglima militer Pakistan, Jenderal Ashfaq Parvez Kayani, telah ingin melancarkan operasi besar sebelum musim dingin. Namun, Presiden Asif Ali Zardari mengatakan, tidak ada "konsensus" nasional bagi tentara untuk mengatasi militan di daerah itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com