Jakarta, Kompas
”Kerja dari Mahkamah Pelayaran dalam konteks kecelakaan KMP Bahuga Jaya memang diharapkan dipercepat untuk mendorong perbaikan dari keselamatan pelayaran di Indonesia,” kata pengamat maritim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Saut Gurning, Selasa (25/10), saat dihubungi di Surabaya.
Saut bahkan mengharapkan sistem komunikasi terpasang di tiap kapal Indonesia yang dapat dibandingkan secara global dengan kapal-kapal asing lain yang melintas di alur laut kepulauan Indonesia.
Keputusan Mahkamah Pelayaran, yang keberadaannya diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998, pada dasarnya dapat dijadikan bahan penyempurnaan peraturan keselamatan pelayaran.
Selain itu, keputusan Mahkamah Pelayaran juga dapat dijadikan keterangan ahli dalam klaim asuransi, pertimbangan dalam kasus pidana pelanggaran pelayaran dan kejahatan pelayaran, bahan pertimbangan dalam kasus perdata yang sedang ditangani peradilan umum, serta bahan masukan bagi pemilik kapal dalam pengoperasian kapal.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan Bambang S Ervan mengatakan, hasil penyelidikan tabrakan kedua kapal itu masih dievaluasi Direktur Jenderal Perhubungan Laut. ”Setelah itu baru diteruskan ke Mahkamah Pelayaran,” ujarnya.
Tentu saja, kata Bambang S Ervan, kriteria untuk diadili oleh Mahkamah Pelayaran didasarkan pada fatalitas kecelakaan dan potensi pelanggaran profesi.
Kini sebenarnya Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sedang menginvestigasi tabrakan kedua kapal ini. Namun, kesimpulannya belum ada.
Akan tetapi, kata Saut, KNKT dapat saja memfokuskan diri untuk menginvestigasi penyebab teknis tabrakan. Di lain sisi, hasil keputusan Mahkamah Pelayaran dapat merevisi segera aturan-aturan untuk meningkatkan keselamatan pelayaran.
”Hasil rekomendasi Mahkamah Pelayaran juga akan menjadi penting karena bukan sekadar, misalnya, melengkapi kapal dengan alat komunikasi canggih, melainkan juga kemampuan awak kapal untuk mengoperasikannya,” ujar Saut.