Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Musim Tanam Terusik Tikus

Kompas.com - 23/10/2012, 03:21 WIB

Kudus, Kompas - Baru saja dua pekan melakoni musim tanam pertama, petani di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, sudah direpotkan hama tikus. Ratusan hektar tanaman padi berikut persemaian dirusak hewan pengerat tersebut. Beban biaya petani di pantai utara Jawa itu membengkak.

Petani terpaksa mengeluarkan biaya tambahan untuk memasang pagar yang terbuat dari plastik dan seng, serta kawat penghantar listrik, untuk melindungi tanaman dan benih padi mereka.

Tokoh petani Desa Gondoharum, Kecamatan Jekulo, Legiyo (50), Senin (22/10), mengatakan, serangan tikus mengganas karena binatang itu kesulitan mencari makan selama kemarau. Tingkat kerusakan 20-30 persen per hektar.

Untuk mengatasi serangan itu, petani memasang pagar plastik dan seng serta kawat penghantar listrik. Biaya yang dikeluarkan untuk memasang plastik Rp 360.000 per hektar dan untuk seng Rp 4,5 juta per hektar. “Untuk kawat atau kabel penghantar listrik yang bersumber dari genset, petani mengeluarkan Rp 45.000 per malam, terutama untuk membeli solar,” kata Legiyo.

Pemerintah daerah setempat mencatat, sawah yang ditanami padi di Kudus seluas 1.037 hektar dan tersebar di Kecamatan Jekulo dan Undaan. Dari luasan itu, padi yang rusak diserang tikus di Kecamatan Jekulo 160 hektar. Persemaian yang rusak di Kecamatan Undaan 500 hektar.

”Petani terpaksa berjaga semalam suntuk agar persemaiannya tidak diserang tikus,” kata Sudarmin, Kepala Desa Wonosoco, Kecamatan Undaan.

Kepala Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Kudus Budi Santoso mengaku telah meminta penyuluh pertanian dan kelompok tani di setiap kecamatan menggelar gropyokan. Pemerintah juga telah memberikan bantuan racun tikus jenis tiran, rodentisida, dan alpostran (alat pengendali tikus).

Sementara itu, di daerah Jawa Tengah lainnya, Kabupaten Magelang, sekalipun sudah memasuki musim hujan, ketersediaan air untuk lahan pertanian masih belum mencukupi. Karimun, petugas penjaga Bendung Badran, mengatakan, sejak Oktober lalu, debit air Bendung Badran belum pernah mencapai debit maksimal.

Debit air maksimal Bendung Badran adalah 5.000 liter per detik. Pada akhir September, karena sama sekali tidak turun hujan, debit air Bendung Badran menyusut hingga 2.400 liter per detik. Pada awal Oktober, setelah beberapa kali turun hujan, debit air meningkat menjadi 4.500 liter per detik, tetapi belum memadai.

(HEN/EGI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com