Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Kekhawatiran Penusuk Alawy Dihukum Ringan

Kompas.com - 10/10/2012, 22:17 WIB
Imanuel More

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penasihat hukum keluarga Alawy Yusianto Putra, korban tawuran antarpelajar di Bulungan, Jakarta Selatan, mengawatirkan penambahan tersangka dalam kasus tersebut atas dasar pengeroyokan. Penggunaan pasal pengeroyokan dalam kasus ini bisa berdampak pada ringannya vonis yang diberikan pada tersangka utama.

"Pasal yang dikenakan pada ke-6 tersangka adalah Pasal 170 KUHP. Jadi terlihat rancu karena akhirnya terkesan seperti telah terjadi pengeroyokan yang berakibat tewasnya korban," kata Ramdan Alamsyah, penasihat hukum keluarga korban, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (10/10/2012).

Dengan pasal tersebut, tersangka utama Fitra Ramadhani alias FR terkesan sebagai orang yang turut serta dalam kejadian yang menyebabkan kematian korban. Meskipun bisa dibuktikan ia sebagai pelaku penusukan, dalam pandangan Ramdan, perbuatan FR akan dilihat dalam suatu kejadian yang dilakukan secara bersama-sama. "Akibatnya, hukuman yang diterima nanti bisa jauh lebih ringan," kata Ramdan.

Alasan lain yang menjadi sumber kekhawatiran Ramdan adalah karena argumentasi untuk menempatkan pasal pengeroyokan dalam kasus tersebut terbilang lemah. Selain luka tusuk di bagian tengah dada korban, tubuh korban tidak memiliki tanda-tanda cedera lain, seperti lebam atau memar yang mengindikasikan adanya pengeroyokan.

"Ini penganiyaan tunggal dengan satu luka tusukan. Sama sekali tidak ada tanda-tanda pengeroyokan pada tubuh korban. Selain itu, tidak ada saksi yang menyatakan melihat keterlibatan orang lain dalam penusukan," ujar Ramdan.

Menurut Ramdan, seharusnya penyidik menempatkan tawuran dan peristiwa penusukan dalam dua konteks berbeda. Penusukan yang dilakukan tersangka terjadi dalam momen khusus dalam tawuran. Saat itu, tersangka barada dalam posisi terpisah dan mengejar sendirian ke arah korban.

"Pelajar lain tidak terlibat pengejaran terhadap korban. Dia (FR) maju sendirian dengan target khusus korban. Karena itu, ini penganiayaan tunggal bukan pengeroyokan, Pasal 338, bukan Pasal 170," tegas Ramdan.

Ramdan juga membantah jika nota kesepahaman (MoU) yang telah ditandatangani keluarga korban bisa dijadikan dasar untuk tidak memproses hukum pihak tertentu. Ia menjelaskan, nota kesepahaman itu adalah bentuk saling memaafkan dan berada pada tataran kemanusiaan. Menurutnya, MoU itu sama sekali tidak bertujuan untuk mengganggu proses hukum yang dilakukan penyidik. Keluarga korban tetap mendukung proses hukum secara proporsional, walaupun tetap berharap kasus ini sebagai penganiayaan tunggal.

Berita terkait mengenai tawuran ini dapat dibaca pada topik "Tawuran Berdarah".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com