Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab Tabrakan KM Bahuga Bukan Cuaca

Kompas.com - 27/09/2012, 15:25 WIB
Imam Prihadiyoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Penyebab tabrakan KM Bahuga Jaya dan tanker Norr Gaftar dipastikan bukan karena gelombang tinggi. Faktor kesalahan manusia dan ketidaklaikan kapal diduga penyebab tabrakan kapal di jalur penyeberangan di Selat Sunda ini.

Hal ini diungkapkan anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Yudi Widiana Adia, di Jakarta, Kamis (27/9/2012).

Ia mengatakan, data BMKG yang didapatnya memperlihatkan, saat tabrakan terjadi, tinggi gelombang di jalur penyeberangan Selat Sunda hanya 0,75-1,25 meter dan aman untuk penyeberangan. "Saya sudah cek langsung ke BMKG Lampung yang memiliki stasiun meteorologi terdekat dengan lokasi kejadian dan, informasi dari BMKG, saat kejadian, tinggi gelombang hanya 0,75-1,25 meter. Gelombang setinggi ini masih safe untuk pelayaran. Jadi, jangan menyalahkan cuaca musibah ini," tutur Yudi.

Informasi yang didapat Yudi dari BMKG juga menegaskan bahwa kecepatan angin hanya 5-10 knot atau 9-18 km/jam dan cuaca juga dilaporkan sangat cerah. "BMKG juga melaporkan bahwa, saat kejadian, cuaca di Selat Sunda bagus. Pergerakan angin calm (lemah), bahkan nyaris tidak ada pergerakan angin. Cuaca juga cerah, jadi jarak pandang juga bagus," kata Yudi.

Dari data yang diperolehnya, Yudi menduga penyebab tabrakan KM Bahuga Jaya dan tanker Noor Gaftar ini lebih karena faktor kelalaian manusia, ketidaklaikan kapal dan sistem navigasi yang kurang baik.

Dari kronologis yang disampaikan Polri, tergambar jelas bahwa ada unsur kelalaian dalam tabrakan kapal ini. Saat kapal Bahuga Jaya melintas di sekitar Pulau Sangiang, kapal ini bertemu dengan kapal tanker Noor Gaftar yang datang dari arah Selatan menuju utara, ke Laut Jawa.

Kapal Bahuga sempat berusaha menghindari kapal tanker dengan memutar haluan ke arah kiri untuk memberi jalan ke kapal Tanker, tetapi kapal tanker justru memutar haluan ke kanan yang menyebabkan tabrakan.

Sudah uzur

Dari sisi kelaikan kapal, kata Yudi, kondisi kapal yang sudah uzur dengan usia lebih dari 40 tahun membuat kekuatan badan kapal menurun akibat korosi. Maka, benturan kecil pun akan membuat lambung kapal becah dan menyebabkan kapal tenggelam dalam waktu singkat, hanya sekitar 15 menit.

"Data yang kami dapat dari Indonesia Maritime Institute, Kapal Bahuga Jaya dengan nomor Imo 7206392 ini dibuat di galangan Ulstein MAK, Norwegia, tahun 1972. Itu artinya umurnya sudah 40 tahun meski yang dilaporkan dalam Deperla kapal ini dibuat tahun 1992 atau lebih muda 20 tahun.

Bayangkan, kapal berusia 40 tahun yang sudah termakan korosi ditabrak tanker dengan muatan, tentu hancur seperti kaleng kerupuk. Tidak mungkin kapal besar bisa tenggelam dalam waktu cepat jika kerusakannya hanya kecil," Kata Yudi.

Sebelum tertabrak tanker, kapal Bahuga Jaya juga pernah mengalami mati mesin beberapa waktu lalu saat melakukan pelayaran dari Bakauheni menuju Merak. Selain kelaikan kapal, Yudi juga mempertanyakan sistem navigasi kapal milik PT Pel Atosim Lampung ini.

Seharusnya, kapal-kapal yang beroperasi di jalur padat apalagi mengangkut penumpang sudah dilengkapi dengan radar modern yang dapat mendeteksi langsung jarak antarkapal, jarak kapal dengan daratan, dan jarak kapal dengan daerah bahaya.

"Mungkin sistem navigasi kita sudah ketinggalan zaman karena kapalnya juga sudah tua sehingga tidak bisa mendeteksi ada kapal didekatnya sehingga tidak bisa menghindari kecelakaan ini," kata Yudi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com