Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasien Miskin Bisa Dibantu dari Zakat

Kompas.com - 18/09/2012, 19:01 WIB
Kontributor Probolinggo, Ahmad Faisol

Penulis

PROBOLINGGO, KOMPAS.com - Wali Kota Probolinggo, Jawa Timur, HM Buchori membantah Surat Pernyataan Miskin (SPM) ditutup sama sekali bagi warga tidak mampu yang dirawat di RSUD dr Mohammad Saleh. Menurutnya, SPM dihentikan sementara sambil diverifikasi kebenarannya.

Walau dihentikan sementara, Buchori berjanji akan tetap memperhatikan kesehatan masyarakat miskin. Salah satunya dengan cara menggandeng Badan Amil Zakat (BAZ) untuk membantu mengobati pasien miskin.

"Yang terbaru, ada anak perempuan kelas IV SD yang kakinya lumpuh. Jika ingin sembuh, harus dioperasi di RSUD dr Soetomo Surabaya dengan biaya Rp 80 juta. Keluarganya tak mampu untuk membayarnya. Kami akan tanggung biayanya setelah dicek berapa biaya sesungguhnya," kata Buchori, Selasa (18/9/2012).

Jika biayanya Rp 80 juta, kata Buchori, BAZ siap menyumbang Rp 40 juta, dana hibah Rp 20 juta, dan Buchori sendiri akan menyumbang Rp 20 juta.

"Keluarganya sempat putus asa, dan itu saya larang. Orang sakit dilarang putus asa, wajib berikhtiar untuk sembuh," katanya.

Sementara, Direktur RSUD dr Bambang Agus Suwignyo menjelaskan, anggaran Jamkesmas dan Jamkesda yang melayani warga yang ber-SPM sudah mengalami defisit. Tahun 2012 anggarannya Rp 2,8 miliar, tapi sampai Juli lalu RSUD sudah menanggung Rp 3,1 miliar. Jadi, kata Agus, Pemkot memiliki utang Rp 300 juta.

Dari mana biaya untuk menanggung pasien miskin hingga akhir tahun ini? "Ya kami ambil dari pendapatan perawatan pasien. Rata-rata pendapatan rumah sakit Rp 300-600 juta per bulan," jelasnya.

Pasien yang pernah dirawat di RSUD dengan mengantongi SPM, sekarang tak bisa tenang. Pasalnya, Agus mengatakan, tim verifikator RSUD segera turun memverifikasi mereka apakah benar-benar miskin atau tidak.

"Jika ternyata mereka tidak miskin, mereka harus membayar biaya saat mereka dirawat di rumah sakit," imbuhnya.

Agus juga mengeluhkan ulah pasien miskin yang terkadang seenaknya sendiri. Dia mencontohkan, pasien miskin mestinya dirawat di ruang kelas III. Terkadang, pasien miskin malah minta dirawat di kelas I dan II. Padahal, dirawat di kelas I dan II harus bayar. "Kami sudah jelaskan kepada mereka. Jika mereka tetap memaksa, ya kami minta mereka untuk membayar," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com