BANJARMASIN, KOMPAS -
Degradasi lingkungan ini jadi fokus kampanye penyelamatan lingkungan Kepak Sayap Enggang Tur Mata Harimau oleh Greenpeace dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), didukung sejumlah pihak, 14-28 September 2012.
”Secara umum, tahun 1985, hutan di Kalimantan 39,9 juta hektar. Data 2010, tinggal 25,5 juta hektar. Artinya, hilang 14,5 juta hektar,” ujar Zulfahmi, Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara, Jumat (14/9), di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Kampanye penyelamatan sisa hutan ini diisi sejumlah kegiatan, termasuk menelusuri kawasan hutan, mulai dari Kalsel, Kalteng, hingga Kalbar. Pemilihan tanpa Kalimantan Timur itu karena keterbatasan waktu.
Kepak Sayap Enggang Tur Mata Harimau merupakan lanjutan kampanye Tur Mata Harimau (Eyes of Tiger Tour) tahun 2011 di tiga provinsi di Sumatera, yakni Jambi, Riau, dan Sumatera Selatan.
Menurut Zulfahmi, degradasi hutan, termasuk gambut, terjadi akibat komersialisasi besar-besaran yang kemudian diikuti masuknya sawit. Periode 1985-1997, hutan Kalimantan hilang 8 jutaan hektar. Pada 1997-2000, hilang lagi sekitar 3 juta hektar. ”Kondisinya, dari tahun ke tahun terjadi pengurangan signifikan,” katanya.
Demi menyelamatkan hutan, mau tak mau pemerintah perlu mengevaluasi izin-izin usaha pemanfaatan hutan yang masih eksis. Begitu pula moratorium yang akan berakhir tahun 2013 harus diukur pencapaiannya, bukan saja berdasarkan jangka waktu.
”Sampai hari ini, kami belum lihat apa hasil dari moratorium. Tata kelola hutan yang baik,
Direktur Walhi Kalsel Hegar W Hidayat dan Manajer Kampanye Walhi Kalsel Dwito Frasetiandy mengatakan, Kalsel