Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sail Morotai dan Sangkuriang

Kompas.com - 12/09/2012, 19:29 WIB

PUNCAK acara Sail Morotai 2012 sudah di depan mata. Perhelatan bahari yang dimulai sejak 28 Juli 2012 dan akan mencapai klimaksnya pada 15 September 2012 itu selayaknya menjadi momentum spesial. Hal ini karena Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, di bibir Samudra Pasifik merupakan gerbang strategis perbatasan Indonesia.

Sail Morotai merupakan kelanjutan dari kegiatan Sail Indonesia yang rutin dilaksanakan beberapa tahun terakhir. Sejak tahun 2009, nama Sail Indonesia dikemas sesuai dengan daerah tempat penyelenggaraan. Sebagai contoh, Sail Bunaken tahun 2009 yang dipusatkan di Manado dan Bitung (Sulawesi Utara); Sail Banda tahun 2010 di Banda dan Ambon (Maluku); serta Sail Wakatobi-Belitong tahun 2011 yang dipusatkan di Wakatobi (Sulawesi Tenggara) dan Belitung (Kepulauan Bangka Belitung).

Sail Indonesia bukan sekadar ajang promosi bahari. Keberadaannya menuai harapan untuk mempercepat pembangunan pulau-pulau kecil dan terluar serta menggerakkan ekonomi wilayah. Persiapannya melibatkan sinergi pemerintah pusat dan daerah. Tak tanggung-tanggung, ada 15 kementerian dan instansi pusat yang berpartisipasi dalam pesta tahunan itu.

Lokasi penyelenggaraan Sail Indonesia biasanya ditentukan 1-2 tahun sebelum perhelatan berlangsung. Tahun 2013, misalnya, Sail Komodo telah ditetapkan, sedangkan tahun 2014 Sail Teluk Tomini direncanakan.

Meski pencanangan dilakukan jauh-jauh hari, persiapan pesta bahari itu hampir setiap tahun menghadapi kendala yang sama, yakni ketidaksiapan penyelenggaraan oleh pusat dan daerah. Sejumlah sarana kerap belum beres, antara lain transportasi, penginapan, listrik, sanitasi, dan drainase.

Masih terekam dalam ingatan, Sail Wakatobi-Belitong 2011 yang terganjal infrastruktur minim, Sail Banda 2010 yang terganjal sarana transportasi, dan pascakegiatan Sail yang tidak membawa loncatan ekonomi daerah. Penetapan Maluku sebagai lumbung ikan oleh Presiden sewaktu Sail Banda gaungnya kini redup. Belum ada langkah konkret yang terukur.

Menjelang acara puncak Sail Morotai pada 15 September 2012, persiapan tergopoh-gopoh di Morotai berulang. Ini terlihat sewaktu kunjungan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo, serta Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz, 2 September lalu.

Beranda terdepan Nusantara yang kaya potensi wisata dan perikanan itu terganjal listrik ”byarpet” dengan gangguan pemadaman mencapai tujuh kali per hari dan minimnya transportasi umum. Jalan akses dari Pangkalan TNI Angkatan Udara Leo Wattimena ke jalan raya sepanjang 700 meter juga batal dibangun akibat kekurangan dana.

Sementara itu, proyek 10 rumah khusus yang dirancang menjadi tempat penginapan dan kelak menjadi rumah dinas personel TNI di Morotai belum tuntas. Sebanyak 10 rumah murah untuk pegawai negeri sipil (PNS) beserta infrastrukturnya belum selesai dibangun. Alang-alang bahkan menyelubungi rumah-rumah murah senilai Rp 25 juta per unit untuk PNS.

Dalam sisa waktu dua pekan, Kementerian Perumahan Rakyat mendatangkan pekerja bangunan sebanyak 49 orang dari Malang, Jawa Timur, untuk menggenjot penyelesaian proyek. Sistem kebut juga diterapkan untuk pembangunan resor berisi 25 unit bangunan milik PT Jababeka yang rencananya dihuni beberapa pejabat serta untuk menjamu tamu negara dan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono di Morotai.

Ketergesaan penyelesaian proyek yang melekat pada Sail Indonesia itu mengingatkan pada Legenda Sangkuriang dari tanah Pasundan tatkala tokoh Sangkuriang dalam semalam membuat perahu dan telaga (danau) dengan membendung Sungai Citarum demi mempersunting Dayang Sumbi, yang tak lain ibunya. Sistem ”kebut semalam” persiapan Sail Morotai memunculkan kekhawatiran ajang itu sekadar proyek asal-asalan.

Pemerintah pusat dan daerah sudah saatnya menanggalkan ego sektoral dan paradigma berebut proyek, tetapi menyingsingkan lengan dan menjalankan komitmen perencanaan. Tanpa keseriusan, proyek tahunan negara bernilai puluhan miliar rupiah itu hanya seremoni tanpa manfaat bagi rakyat. (BM Lukita Grahadyarini)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com