Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuota BBM Terus Naik

Kompas.com - 11/09/2012, 02:46 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati kuota bahan bakar minyak bersubsidi 2013 sebanyak 46,01 juta kiloliter. Dengan demikian, terjadi pertumbuhan sebesar 10 juta kiloliter dibandingkan realisasi pada 2010.

Kesepakatan pemerintah dan Komisi VII DPR tersebut dicapai dalam rapat kerja pembahasan asumsi makro bidang energi pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013, di Jakarta, Senin (10/9). ”Rasanya kok (alokasi tersebut) cukup. Namun, apakah akan lewat atau tidak, mari kita jaga bersama,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik dalam rapat.

Kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebanyak 46,01 juta kiloliter (kl) tersebut terdiri atas 28,91 juta kl Premium, 13,98 juta kl solar, 1,7 juta kl minyak tanah, 1,13 juta kl biodiesel, dan 0,29 juta kl bioetanol.

Dua anggota Komisi VII, yakni Satya W Yudha dari Fraksi Partai Golongan Karya dan Effendy Simbolon dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menekankan pentingnya pengawasan distribusi BBM. Hal itu karena kuota BBM yang telah disepakati tersebut tergolong besar, sedangkan pengawasan selama ini lemah.

Menurut Satya, kebocoran dalam distribusi BBM bersubsidi masih terus terjadi. Kebocoran tersebut ada yang digunakan untuk kepentingan industri domestik dan ada pula yang diselundupkan ke luar negeri.

Jujur mengakui

Usaha menekan pertumbuhan konsumsi yang dilakukan pemerintah, Jero mengakui, tidak memberikan dampak signifikan. Program yang dimaksud adalah larangan penggunaan Premium untuk kendaraan dinas pemerintah yang mulai diberlakukan pada pertengahan 2012. Program itu dimulai dari kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Program itu kemudian diperluas ke seluruh Pulau Jawa dan Bali serta mobil-mobil pertambangan dan perkebunan.

”Namun, saya mesti jujur menyampaikan, kalaupun (program) itu berhasil semuanya, tetap tidak akan signifikan mengurangi subsidi. Apalagi di sana-sini tidak sukses,” kata Jero.

Program konversi dari BBM ke bahan bakar gas (BBG) pun, Jero mengakui, hasilnya tidak akan besar. Hal itu karena disparitas harga yang lebar antara BBM bersubsidi dan energi alternatif lain. ”Kalau harga BBM kita masih Rp 4.500, ilmu apa pun yang kita lakukan akan berat. Penyelundupan akan terus banyak. Disparitas harga justru menjadi biang keroknya, paling besar efeknya,” kata Jero.

Volume konsumsi BBM bersubsidi terus meningkat. Pada 2010 dan 2011, masing-masing realisasinya sebanyak 36,26 juta kl dan 41,76 juta kl. Pada 2012, dari kuota sebanyak 40 juta kl, pemerintah sedianya akan mengajukan tambahan kuota 4 juta kl lagi karena kuota diklaim telah habis pada Agustus.

Besarnya pertumbuhan kuota BBM bersubsidi, menurut Jero, merupakan akibat dari kombinasi sejumlah faktor. Faktor itu di antaranya pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor seiring dengan meningkatnya masyarakat kelas menengah.

Secara terpisah, Ketua Umum Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan Eka Sari Lorena menegaskan dapat menduga subsidi BBM akan naik karena meningkatnya kuota BBM bersubsidi. ”Tanpa kebijakan yang memberi insentif kepada swasta, ambil contoh berbentuk pembangunan angkutan umum tetapi sebaliknya diinsentif bagi kendaraan pribadi, selamanya anggaran negara kita habis untuk belanja rutin dan subsidi,” tuturnya.

Pengamat pasar modal Yanuar Rizky berpendapat, pemerintah tidak bisa mengorbankan BBM bersubsidi yang merupakan barang publik untuk pembangunan. ”Pemerintah harus mampu menyerap dana 0,21 persen penduduk yang berada di pasar keuangan dan tabungan kelas menengah untuk membiayai pembangunan,” ujar Yanuar.

(LAS/HAM/RYO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com