Kematian orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus
Orangutan yang mati, Rabu malam lalu, diidentifikasi mengalami komplikasi dehidrasi, stres, dan kekurangan oksigen. Satwa dilindungi itu awalnya masuk ke kebun penduduk di Wajok Hilir, Kabupaten Pontianak, lalu mengalami luka bakar saat dievakuasi.
Akhir Juni lalu, satu orangutan berumur 1,5 tahun juga akhirnya mati dalam perawatan di International Animal Rescue (IAR) Ketapang. Hewan itu dievakuasi oleh petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar dari pemeliharanya di Kabupaten Sambas dalam kondisi sekarat.
Dokter hewan di Yayasan IAR Ketapang, Adi Irawan, menilai, orangutan itu mati karena tuberkulosis. ”Saat diserahkan oleh pemeliharanya kepada petugas BKSDA, orangutan itu sudah koma setelah mengalami demam dan diare selama beberapa hari,” kata Adi. Bahkan, orangutan itu sangat sulit diinjeksi infus karena selama berhari-hari tak makan sejak menderita demam dan diare.
Orangutan yang masuk ke permukiman dan kawasan budidaya penduduk umumnya yang habitatnya berada di luar kawasan konservasi. Menurut Koordinator Pengendali Ekosistem BKSDA Kalbar Niken Wuri Handayani, sebagian besar orangutan di Kalbar habitatnya berada di luar kawasan konservasi. ”Orangutan yang habitatnya di dalam kawasan konservasi tidak ada masalah. Habitat orangutan yang di luar kawasan konservasi hak pengelolaannya ada di pemerintah kota atau kabupaten,” ujar Niken.
Di luar kawasan konservasi, orangutan harus bertahan hidup dalam kondisi hutan yang makin terdesak oleh kawasan budidaya perkebunan skala besar. Masuknya orangutan ke permukiman atau kebun penduduk adalah indikasi terus terdesaknya habitat asli mereka.
Koordinator Media Kampanye Tumbuhan Satwa Liar (TSL) Yayasan Titian, Wahyu Putra, mengatakan, orangutan biasanya masuk ke permukiman warga untuk mencari makan. ”Hutan sebagai habitat alami orangutan semakin berkurang dan tidak mampu lagi menyediakan pakan,” ujar Wahyu.
Hasil survei WWF Indonesia menunjukkan, ada dua subjenis orangutan di Kalbar, yakni Pongo pygmaeus pygmaeus dan Pongo pygmaeus wurmbii. Subjenis pygmaeus memiliki populasi 2.000 ekor serta terkonsentrasi di Taman Nasional Betung Kerihun dan Taman Nasional Danau Sentarum, Kabupaten Kapuas Hulu. Subjenis wurmbii memiliki populasi sekitar 2.500 ekor, terkonsentrasi di Taman Nasional Gunung Palung, Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara.
Di luar kawasan konservasi, orangutan juga terdeteksi di beberapa kawasan hutan produksi atau area penggunaan lain. Di kawasan antara Sungai Pinyuh dan Mempawah Hilir, Kabupaten Pontianak, terdeteksi ada beberapa orangutan yang berada di hutan produksi terbatas dan area penggunaan lain.
Kematian orangutan karena dibantai tahun 2011 terungkap di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kutai Timur, Kalimantan Timur. Hasil penelitian Universitas Mulawarman, Samarinda, menunjukkan 20 orangutan dibantai sepanjang 2011.
Perlakuan sangat berbeda dialami orangutan yang mendiami Semenggoh Wildlife Centre, Kuching, Sarawak. Di sana, orangutan setengah liar justru menjadi aset wisata andalan. Kawasan yang dibangun tahun 1975 ini menjadi konservasi bagi sejumlah satwa liar, terutama orangutan dan berbagai jenis burung, serta pusat wisata alam.
Atraksi yang ditunggu-tunggu wisatawan di Semenggoh adalah sesi makan orangutan pada pagi dan sore hari. Orangutan akan turun dari hutan ke kawasan yang dirancang khusus sebagai tempat makan bagi mereka pada pukul 09.00 hingga 10.00 dan pukul 15.00 sampai 15.30. Dalam rentang waktu yang pendek itu, wisatawan bisa menyaksikan orangutan dewasa makan atau orangutan yang mengajari bayinya memanjat atau makan.
Zulfadly, pemandu wisata yang mengantarkan Kompas, mengungkapkan, Semenggoh adalah salah satu tujuan wisata andalan di Kuching. Setiap hari, ada puluhan hingga ratusan wisatawan yang mengunjungi Semenggoh, sekadar menyaksikan atraksi alami orangutan pada sesi makan.
Belajar dari kematian dua orangutan dalam kurun waktu dua bulan, para pemangku kepentingan di Kalbar sebaiknya segera menyusun aksi nyata seperti yang dilakukan negara tetangga sejak 1975 tersebut.