Jakarta, Kompas
Dibutuhkan terobosan dari KPU DKI Jakarta untuk mengharuskan kedua pasang calon melaporkan penerimaan dan penggunaan dana kampanye mereka.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Apung Widadi, Kamis (30/8), memperkirakan, kampanye putaran kedua ini menyedot dana dua kali lebih besar dibandingkan putaran pertama.
”Kandidat dan penyumbang akan mati-matian memenangi pilkada ini. Kalau tidak ada keharusan melaporkan dana kampanye, tidak akan terkontrol penyumbang setiap kandidat, besaran sumbangan yang diberikan, serta penggunaan dana kampanye itu,” kata Apung.
Tanpa audit dana kampanye ini, ada potensi politik uang, mobilisasi massa, hingga kemungkinan kandidat membayar penyelenggara pilkada.
Apung berpendapat, jika dalam pilkada putaran pertama sudah ditemukan adanya penyumbang gelap tanpa identitas dan memberikan besaran dana di atas ketentuan, kecurangan ini sangat besar terulang di putaran kedua.
Dia berharap KPU DKI Jakarta membuat terobosan dengan mengeluarkan aturan dan menganggarkan dana untuk mengaudit dana kampanye kedua pasang calon. ”Kalau penyelenggara tidak responsif terhadap situasi yang sangat kritis di Jakarta, KPU Jakarta bisa disebut melakukan kecerobohan,” ujarnya.
Di sisi lain, audit dana kampanye juga bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kandidat yang berlaga di putaran kedua ini.
Anggota KPU DKI Jakarta, Suhartono, mengatakan, KPU DKI Jakarta tidak mewajibkan setiap pasangan calon memberikan laporan keuangan dana kampanye pada putaran kedua. Karena tidak ada kewajiban, tidak ada sanksi bagi kandidat yang tidak melaporkan dana kampanyenya.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.