Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Tertinggi Dilaporkan atas Dugaan Pelanggaran HAM

Kompas.com - 30/08/2012, 21:27 WIB
Joe Leribun

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Berdasarkan Laporan Pertanggungjawaban publik Komnas HAM periode 2007-2012, Polri merupakan institusi yang paling banyak dilaporkan atas dugaan melakukan pelanggaran HAM, disusul oleh lembaga-lembaga pemerintah lainnya.

"Paling tinggi adalah kepolisian, di atas seribu tiap tahun," jelas Komisioner Komnas HAM Nur Kholis di Jakarta, Kamis (30/8/2012).

Pada 2009, terdapat 1.420 kasus yang mengadukan Polri dalam dugaan pelanggaran HAM. Selanjutnya pengaduan tentang Lembaga Peradilan (PN/MA) sebanyak 338 kasus.

Pada 2010, pola tersebut berubah, meski Polri tetap berada di urutan pertama. Kasus pengaduan terhadap Polri sebanyak 1.503 kasus, disusul oleh korporasi sebanyak 1.119 kasus, dan Pemerintah Daerah 779 kasus.

Sedangkan pada 2011, pengaduan terhadap Polri kembali meningkat menjadi 1.839 kasus, korporasi 1.839 kasus, dan pemda 830 kasus.

Pada 2012 dari Januari-Juni, pengaduan terhadap ketiga institusi tersebut tetap menjadi yang tertinggi, yaitu 873 pengaduan untuk Polri, korporasi 561, dan 371 terhadap pemda.

"Dari sini dapat disimpulkan bahwa pihak pemegang atau yang dekat dengan kekuasaan, berpotensi untuk melakukan pelanggaran HAM," ujar Nur Kholis.

Sebelumnya Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim mengakui, besarnya harapan masyarakat tidak sebanding dengan mandat yang dimiliki oleh Komnas HAM. Komnas HAM hanya berwenang memberikan rekomendasi yang hanya bersifat morally binding atau hanya mengikat secara moral saja.

"Sehingga masih tergantung kepada keseriusan pihak terkait untuk menindak lanjuti rekomendasi Komnas HAM," ujarnya.

Untuk memperkuat mandat yang diembannya, Komnas HAM meminta dilakukan amendemen terhadap UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM. Komnas HAM juga mengusulkan fungsinya dalam penyelidikan proyustisia diperkuat, karena itu perlu dilakukan amendemen terhadap UU No 26 Tahun 2000 tentang Peradilan HAM.

Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani keputusan presiden terkait perpanjangan masa jabatan sebelas komisioner Komisi Nasional (Komnas) HAM 2007-2012 pada Rabu (29/8/2012). Keppres tersebut berlaku sejak 30 Agustus 2012, atau bertepatan dengan habisnya masa jabatan sebelas komisioner tersebut.

Keppres ini mencegah terjadinya kevakuman kepemimpinan di Komnas HAM. Perpanjangan masa jabatan sebelas komisioner Komnas HAM 2007-2012 ini disebabkan DPR dan pemerintah belum juga membentuk komisioner baru Komnas HAM.

Komisi III DPR yang membidangi hukum bahkan hingga Selasa (28/8/2012) belum menentukan waktu untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap 30 kandidat komisioner Komnas HAM periode 2012-2017. Padahal, Komnas HAM telah mengirim 30 nama calon komisioner Komnas HAM ke DPR sejak awal Juli. Namun karena DPR memasuki masa reses sejak 14 Juli dan baru bersidang 16 Agustus, kemudian libur Idul Fitri dan baru aktif lagi 27 Agustus, proses di dewan terhenti.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com