Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keberagaman Kudus

Kompas.com - 24/08/2012, 13:39 WIB

KOMPAS.com - Wajah menghargai keberagaman di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, tidak hanya ditunjukkan Menara Kudus. Bangunan bata merah mirip candi yang memadukan unsur Islam, Hindu, Jawa, dan China itu memang tak terbantahkan lagi menjadi saksi pengembangan sikap toleransi Islam Sunan Kudus.

Siapakah Sunan Kudus? Ia anak Sunan Ngudung, panglima perang Kerajaan Demak. Sunan Kudus yang bernama kecil Jafar Shodiq menggantikan tugas sang ayah yang gugur di medan laga. Jafar tidak kalah tangguh sebagai panglima perang. Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaan Demak hingga ke Cirebon dan Madura.

Kudus, yang pada masa itu masuk Karesidenan Pati, memiliki otonomi sendiri sebagai daerah perdikan yang bebas pajak dan upeti terhadap Demak. Sunan Kudus menjadikan daerahnya sebagai pusat politik dan keagamaan serta kota perdagangan yang diperhitungkan dengan komoditas utama gula tebu dan rokok kretek.

Kisah di balik menara tentang Sunan Kudus yang melarang pengikutnya menyembelih sapi untuk menghormati pemeluk Hindu juga masih terwariskan hingga kini. Tak mengherankan jika Kudus terkenal dengan kuliner soto dan sate kerbau karena masyarakat menyembelih kerbau sebagai pengganti sapi.

Potret lain toleransi dan keberagaman di Kudus terpatri dalam ukiran gebyok rumah adat Kudus, terutama motif bunga melati Sunan Kudus. ”Hiasan ukir rumah adat Kudus merupakan perpaduan unsur Hindu, China, Persia (Islam), dan kolonial. Perpaduan itu menggambarkan keharmonisan masyarakat Kudus pada zaman Sunan Kudus yang sangat beragam suku bangsa dan agama,” kata Suyanto, pemerhati sejarah budaya Kudus sekaligus Kepala Museum Kretek Kudus.

Suyanto menambahkan, hal itu terjadi karena pada zaman Sunan Kudus, Kudus Kulon atau kota Kudus tua menjadi pusat perdagangan sejumlah bangsa. Kali Gelis menjadi salah satu sarana transportasi yang menghubungkan Kudus dengan Laut Jawa yang pada waktu itu dikuasai armada Kerajaan Demak

J Pamudji Suptandar, Guru Besar Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Trisakti, dalam tulisannya ”Arsitektur Rumah Adat di Kudus untuk Dakwah, Seni, dan Martabat” (Kompas, 2 September 2001), menunjukkan hal itu.

Motif China tampak dalam bentuk ular naga, motif Persia atau Islam berupa bunga melati, atau motif khas Kudus yang berupa bunga teratai. Adapun motif kolonial berbentuk sulur-suluran, mahkota, bejana, dan binatang. (HEN/EKI)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com