Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahanan Anak Bontoala Lebaran di Rutan Makassar

Kompas.com - 18/08/2012, 16:52 WIB
Kontributor Makassar, Hendra Cipto

Penulis

MAKASSAR, KOMPAS.com - Aparat Kepolisian Sektor Kota (Polsekta) Bontoala menahan empat anak di bawah umur terkait kasus pencurian. Mereka dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas I Makassar.

Keempat anak di bawah umur tersebut harus merasakan Lebaran di balik jeruji besi. Entah apa yang menjadi dasar penyidik Polsekta Bontoala menahan mereka dan melanggar Undang-undang Perlindungan Anak serta mengindahkan arahan atasannya. Padahal Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sulsel Komisaris Besar (Kombes) Polisi Chevy Achmad Sopari telah menginstruksikan agar semua anak di bawah umur yang ditahan Polsekta Bontoala ditangguhkan penahanannya.

"Sudah lama saya instruksikan agar tersangka anak di bawah umur jangan ditahan, mendingan dibina ataupun dikembalikan kepada orangtuanya. Meski begitu, proses hukum tetap berjalan dan penyidik tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Karena baru tersangka, belum diputuskan dalam persidangan apakah dia bersalah atau tidak," ujar Chevy.

Saat dikonfirmasi lagi soal pengiriman tersangka anak di bawah umur ke Rutan Klas I Makassar, Chevy sempat kaget dan langsung mengkoordinasikan dengan Polsekta Bontoala. Setelah berkoordinasi dengan penyidik kasus pencurian yang dilakukan anak di bawah umur, Chevy menegaskan polisi akan membebaskan anak tersebut.

"Katanya semua butuh proses. Apalagi Kepala Polsekta Bontoala baru saja berganti paska kaburnya tujuh tahanannya yang rata-rata anak di bawah umur. Kita lihat saja nanti, mudah-mudahan bisa segera dibebaskan. Tapi yang jelasnya, namanya tersangka anak yang masih di bawah umur harus dibebaskan," tegas mantan Kepala Polres Takalar ini.

Sementara kakak kandung Andika (14), Rahayu, telah meminta perlindungan ke Bantuan Lembaga Hukum (LBH) Makassar. Dia mengaku khawatir dengan mental adiknya yang masih di bawah umur. Dia pun sempat dijanjikan terus menerus oleh polisi terkait penangguhan penahanan untuk adiknya sebelum Idul Fitri.

"Saya berharap polisi bisa berbuat adil, jangan sukanya menindas orang yang lemah. Bagaimana soal adik saya, masih anak kecil yang cuma ikut-ikutan langsung ditahan. Sedangkan kalau polisi memeras, menipu dan menyalahgunakan wewenangnya dibiarkan begitu saja. Saya tidak percaya lagi sama polisi," tandas Ayu.

Kepala LBH Makassar Abdul Azis yang ditemui KOMPAS.com  menyatakan pihaknya akan mengawal dan membantu Rahayu dan adiknya yang telah ditahan oleh polisi. Menurutnya, penyidik dalam kasus ini tidak mengedepankan Undang-undang Perlindungan Anak. Apalagi, dalam UU tersebut dinyatakan, apabila tersangka anak di bawah umur dalam kasus yang dianggap bisa ditoleransi, penyidik harus mengupayakan lebih dulu jalur damai.

"Kita akan bantu masyarakat yang merasa tertindak oleh hukum dan oknum penegak hukum. Kita juga sudah terima laporan ibu Rahayu tentang adiknya dan kita sudah mintai keterangannya. Insya Allah, setelah Lebaran kita akan prapradilankan Polisi dalam hal ini Polsekta Bontoala. Mengenai kalah atau menang dalam praperadilan itu, urusan belakangan. Tapi selama ini, sudah banyak juga kasus praperadilan Polisi kita menangkan," ucap Azis.

Sebelumnya telah diberitakan, tujuh tahanan Polsek Bontoala melarikan diri dengan menjebol plafon toilet sel Mapolsekta Bontoala yang terbuat dari triplek rapuh. Mereka adalah Saharuddin (19), Rifki alias Kiki (17), Rudi (16), Andika (14), Daniel (21) yang semuanya warga Jl Maccini Sawah, sementara Fadli (16) dan Amri (20) warga sekitar pasar tradisional Panampu.

Mereka kabur saat menjelang subuh, dan langsung menyeberang ke halaman Masjid Al Markaz Al Islami dan berbaur dengan kerumunan jemaah masjid yang sedang menunaikan ibadah. Namun aksi mereka ketahuan. Lima di antara mereka, yakni Saharuddin, Kiki, Rudi, Andika dan Daniel berhasil diringkus 30 menit setelah kabur dari penjara. Sementara dua orang lainnya, Fadli da Amri kini masih dalam pengejaran polisi.

Terkait penahanan mereka, Kapolsekta Bontoala dinilai telah melanggar undang-undang yang melakukan penahanan anak di bawah umur. Bahkan, Kapolsekta Bontoala disebut-sebut meminta uang Rp 5,5 juta kepada keluarga salah seorang tahanan, Andika (14), untuk penangguhan penahanan.

Meski telah menerima uang tersebut, Polisi tidak memenuhi janjinya melepaskan Andika, sehingga semua tahanan yang terbilang masih di bawah umur ini nekat kabur. Belakangan setelah semua tahanan di Polsekta Bontoala kabur, polisi akhirnya mengembalikan uang penangguhan penahanan sebesar Rp 5 juta kepada Rahayu, kakak kandung Andika. Sedangkan uang Rp 500 ribu hingga kini polisi belum mengembalikannya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com