Andy riza hidayat
Beratnya kondisi ekonomi keluarga memaksa mereka bersekolah gratis di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Bina Insan Mandiri, yang biasa disebut ”Sekolah Master” (masjid terminal). Namun, di antara rasa bahagia itu terselip kegalauan. Tujuh calon mahasiswa PTN itu kini terganjal biaya kuliah.
Minggu (5/8) siang itu, Irvan sedang buru-buru ke Semarang menggunakan kereta api. ”Saya akan mengurus keringanan biaya masuk kuliah. Saya tidak sanggup membayar Rp 16 juta. Orangtua sudah angkat tangan. Saya sedang mencari solusinya,” kata anak sopir taksi itu.
Jangankan membayar biaya kuliah, melanjutkan belajar ke SMA saja orangtuanya sempat melarang. Mereka sudah tidak sanggup membiayai. Karena itu, dia memilih Sekolah Master.
”Mendengar kabar lolos seleksi, orangtua saya senang. Namun, setelah mendengar biaya yang harus dibayar, mereka menyarankan tidak mengambilnya. Maaf, saya harus buru-buru, doakan ada jalan keluar,” katanya.
Seorang temannya menyarankan menemui Badan Eksekutif Mahasiswa di Universitas Diponegoro untuk meminta keringanan biaya pendaftaran. Meski kecil harapan itu, Irvan tetap yakin masih ada peluang terbaik baginya.
Nasib serupa dialami enam siswa PKBM Bina Insan Mandiri yang lolos seleksi. Mereka tengah berusaha menyelesaikan masalah biaya. Upaya yang sama juga dilakukan pengelola sekolah yang berusaha menghubungi para donatur sekolah dan simpatisan untuk bisa menyisihkan dermanya.