andangan merupakan tradisi unik. Menurut sejarah, nama ”dandangan” diambil dari suara beduk Masjid Menara Kudus yang berbunyi dang, dang, dang saat ditabuh untuk menandai awal bulan puasa. Tradisi ini sudah ada sejak sekitar 450 tahun lalu, pada masa Sunan Kudus (Syeikh Jakfar Shodiq) menyebarkan Islam di Kota Kudus.
Awalnya, dandangan adalah tradisi berkumpulnya para santri di depan Masjid Menara Kudus setiap menjelang Ramadhan. Mereka menunggu pengumuman Syeikh Jakfar Shodiq tentang penentuan awal puasa.
Seiring berjalannya waktu dan banyaknya santri yang berkumpul di depan Masjid Menara Kudus, tradisi dandangan lalu tak sekadar mendengarkan pengumuman awal puasa, tetapi juga dimanfaatkan para pedagang untuk berjualan di sekitar masjid.
Akhirnya, dandangan dikenal masyarakat sebagai pasar malam yang ada setiap menjelang Ramadhan.
Kirab Dandangan dilakukan mengitari alun-alun kota sejauh sekitar 1 kilometer dengan berjalan kaki. Sampai di depan pendopo kabupaten, mereka beratraksi di depan Bupati Kudus beserta jajarannya. Para peserta dari desa wisata menampilkan keunggulan dan ciri khas masing-masing, sedangkan para pelajar dan mahasiswa beraksi teatrikal tentang dandangan.
Tahun ini, Kirab Dandangan diikuti lebih dari 1.000 peserta dari kalangan pelajar dan masyarakat di sembilan kecamatan di wilayah Kudus. Acara dibuka dengan tarian dari siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Jekulo. Lalu, kirab pun dimulai.
Warga Desa Jepang, Kecamatan Mejobo, yang merupakan desa wisata, misalnya, bersama pelajar SMA Negeri 1 Mejobo menggendong keranjang berisi kerajinan dari bambu yang menjadi andalan mereka dalam memberdayakan masyarakat lewat usaha kecil dan menengah.
Barisan berikutnya, puluhan anak laki-laki membawa tampah (nampan dari anyaman bambu) berisi makanan khas Kudus, jenang. Itulah penampilan warga Desa Kaliputu, sentra pembuatan jenang kudus.
Seolah tak mau kalah, warga Desa Terban, Kecamatan Jekulo, tampil bak manusia purba. Mereka memakai penutup badan dari karung goni dengan rambut palsu dari ijuk, mirip manusia purbakala dalam cerita.
Terban memang terkenal dengan dengan situs purbakala. Hingga kini masih sering ada penemuan tulang purbakala dan paling terkenal adalah gading gajah purba yang masih utuh walau sudah tertimbun tanah selama ribuan tahun. Gading itu ditemukan di lereng Gunung Patiayam.
Kirab ditutup dengan aksi teatrikal yang menampilkan tradisi dandangan oleh gabungan pelajar dan warga Kudus. Pelajar putra mengangkat lakon Sunan Kudus dan para santrinya.
Lalu, muncul gabungan pelajar dan perempuan dari sejumlah desa membawa makanan, buah, dan jajan pasar yang dijinjing. Sementara para lelaki mendorong gerobak berisi jagung, kedelai rebus, dan juga pakaian.
Aksi itu mirip tradisi dandangan yang kini menjadi pasar malam. Pada akhir acara, penonton menyerbu aneka makanan yang dibawa peserta kirab.