Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepenggal Hutan Lestari di Bandung Utara

Kompas.com - 27/07/2012, 03:53 WIB

Awal tahun ini AM (31), warga Desa Cibolang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, berurusan dengan pihak berwajib. Buruh serabutan ini kepergok menebang sebatang pohon kayumanis berdiameter 10 sentimeter di Taman Hutan Raya Djuanda, Bandung Utara, yang berbatasan dengan Desa Cibolang.

Walau hanya sebatang, tetap kami proses sesuai undang-undang. Ia harus menanam 25 pohon dan wajib lapor,” jelas Tata Kalsa (54), Penyidik Pegawai Negeri Sipil Taman Hutan Rakyat (Tahura) Djuanda, pekan lalu.

Jasmiati, Kepala Seksi Pemanfaatan Tahura Djuanda, menambahkan, selain penegakan aturan, proses hukum itu harus dilakukan agar menimbulkan pemahaman kepada warga bagaimana memperlakukan pohon di hutan. Apalagi, banyak pihak tak menyadari sebatang pohon dalam daur hidupnya setiap hari bisa menyediakan oksigen bagi 18 manusia.

Pohon juga bisa menyerap karbondioksida (CO2) dari mobil yang berjalan sekitar 41.834 kilometer (km). Pohon besar menyerap 120-240 pounds partikel kecil atau gas polutan. Hanya tumbuhan yang menghasilkan oksigen di Bumi ini (Jalal, 2007).

Penindakan terhadap AM hanya salah satu cara petugas dalam mengamankan Tahura, kawasan hutan seluas 526,98 hektar di Bandung Utara di wilayah Cekungan Bandung. Selain menjadi andalan dan pusat kegiatan nasional, kawasan ini juga penting bagi keutuhan ekosistem Jawa Barat. Fungsinya untuk mendukung kehidupan, pelestarian lingkungan hidup, serta menjamin keberlangsungan pembangunan berkelanjutan.

Bandung Utara sebagai kawasan konservasi air di Cekungan Bandung saat ini kondisinya sangat kritis akibat alih fungsi lahan yang tidak terkendali. Padahal, kawasan ini sangat strategis dalam mendukung keberlangsungan kehidupan masyarakat, khususnya Kota Bandung.

Secara keseluruhan, kawasan konservasi seluas 38.548 hektar di perbukitan utara Kota Bandung itu dikuasai oleh 350 izin pembangunan perumahan, hotel, restoran, dan lain-lain yang dikeluarkan oleh pemerintah kota/kabupaten. Padahal, Pemerintah Provinsi Jabar belum mengeluarkan rekomendasi untuk keperluan izin itu.

Ketua DPRD Jabar Irfan Suryanagara yang dilapori masalah itu oleh Aliansi Masyarakat Bandung Utara, beberapa waktu lalu, kaget karena DPRD belum pernah mengeluarkan persetujuan. Kawasan itu ditetapkan sebagai lahan konservasi melalui Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 35 Tahun 1998, dan Surat Keputusan Gubernur Jabar Nomor 191.1/1982, serta dikuatkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Jabar Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.

Penyedia oksigen

Menurut catatan Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), sekitar 70 persen kawasan Bandung Utara kini rusak atau berubah menjadi hutan beton. ”Aturan itu semua hanya macan kertas, sebab perizinan ada di pemerintah kota/kabupaten,” ujar Taufan Suranto dari DPKLTS. Hal itu dibenarkan Ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat Ramdan.

Setelah era otonomi daerah, kawasan konservasi Bandung Utara yang terletak pada ketinggian 750 meter di atas permukaan laut itu menjadi bagian dari Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kota Bandung. Jumlah penduduk di empat daerah itu sekitar 7,5 juta jiwa.

Pengamanan di Tahura Djuanda amat krusial sebab menjadi sepenggal hutan lestari yang masih tersisa di Bandung Utara. Di hutan ini ada 474.300 pohon (1 hektar rata-rata 900 pohon). Jika satu pohon mampu menyediakan oksigen bagi kehidupan 18 orang setiap hari, berarti Tahura bisa menyediakan oksigen bagi 8,5 juta orang.

Hutan ini juga mampu menciptakan iklim mikro yang sejuk saat Kota Bandung, 7 km di bawahnya, kepanasan. Malah tak jarang hujan turun di hutan ini, tetapi di radius tiga kilometer di sekitarnya, termasuk terminal Dago, Bandung, kepanasan.

Akan tetapi, sekeliling kawasan hutan yang seharusnya lahan konservasi sudah didesak permukiman, kebun sayur, dan perkampungan penduduk. Karena petugas amat terbatas, cuma 30 orang, tugas pengamanan hutan pun dibantu aparat desa dan warga setempat. ”Mereka bertugas mengoordinir masyarakat secara partisipatif, terutama untuk mengamankan perbatasan,” ujar Tata.

Petugas bantuan, 3-4 orang per desa, diberi honor dari Tahura Rp 500.000 per orang setiap bulan. Hingga pertengahan Juli 2012, 17 orang direkrut untuk tugas itu. Di sepanjang perbatasan ditanami pagar batas sepanjang 10 km. Tanamannya bisa dimanfaatkan warga, seperti salak, mangga, dan tanaman buah lainnya. Warga bebas mengambil hasilnya, namun wajib menjaga pohonnya.

Ekosistem pinggir sungai

Pengelolaan Tahura Djuanda bukan tanpa masalah. Dari karakteristik lahan misalnya, luas kawasan yang hanya 526,98 hektar sebagian besar berbentuk ekosistem pinggir sungai (riparian ecosystem) dari Sungai Cikapundung. Sungai ini mengalir, membelah Kota Bandung, sebelum bermuara ke Sungai Citarum di Bandung Selatan.

Pinggir sungai ini berlereng terjal dengan tonjolan batu cadas pada ketinggian 770-1.330 meter. Bentuk kawasan berupa cekungan dan jenis tanah andosol dengan kedalaman tanah yang tipis. Hal ini menyebabkan sangat terbatas peluang untuk mengembangkan fungsi Tahura, khususnya dalam pelestarian dan konservasi air. Padahal, hal ini pastilah semakin vital di masa mendatang.

Kawasan Tahura terbagi dalam tiga blok, yaitu blok pemanfaatan seluas 75,68 hektar, blok pelindungan (280,08 hektar), dan blok koleksi tanaman seluas 171,22 hektar. Kondisi topografi yang curam membuat pengelolaan blok pemanfaatan belum optimal. Blok perlindungan juga belum memadai sebagai daerah resapan dan kawasan konservasi air bagi Cekungan Bandung.

Begitu juga dengan blok koleksi tanaman yang belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Tebing Sungai Cikapundung yang membatasi antarblok sangat peka terhadap longsor dengan tanah yang dangkal.

Oleh karena itu, Tahura Djuanda perlu diperluas. Kelompok hutan Pulosari yang berbatasan rasanya memenuhi kriteria. Jika perluasan itu terlaksana, luas Tahura menjadi 3.226,98 hektar atau 29,80 persen dari luas Bandung Utara. (dedi muhtadi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com