Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapkan Wirausaha Perkebunan

Kompas.com - 21/07/2012, 03:28 WIB

Ester Lince Napitupulu

Perkebunan kelapa sawit mulai berkembang di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Kebutuhan tenaga kerja di bidang perkebunan pun disiapkan dengan membuka program pengolahan tanaman perkebunan di SMKN 2 Sampit sejak tahun 2000.

Kebutuhan tenaga perkebunan selama ini mengandalkan dari luar Kotawaringin Timur. Padahal, lowongan di bidang mandor yang berpeluang diisi tamatan SMK perkebunan masih terbuka lebar, baik di perkebunan yang dikelola perusahaan maupun perorangan.

Namun, siswa peminat perkebunan masih kalah jauh dibandingkan dengan yang memilih program keahlian otomotif ataupun teknik komputer dan informatika. Jika pada penerimaan siswa baru program keahlian otomotif bisa membuka hingga lima kelas dan bidang komputer tiga kelas, program perkebunan tidak beranjak dari satu kelas dengan jumlah siswa 25 orang.

Ino, Kepala SMKN 2 Sampit, mengatakan, program keahlian perkebunan belum jadi pilihan utama siswa. Program ini baru ”dilirik” setelah siswa tidak terpilih di program favorit.

Menurut Ino, persoalan ini antara lain karena belum dipahaminya peluang usaha perkebunan. Para orangtua juga merasa bekerja di perkebunan tidak ”bergengsi” bagi anak-anak mereka dibandingkan dengan pekerjaan di bidang otomotif atau komputer. ”Belum lagi masalah kesiapan mental untuk bekerja dan hidup di area perkebunan yang tentu berbeda dengan hidup di kota,” katanya.

Kerja sama

Selama ini, kerja sama dengan perusahaan kelapa sawit masih sebatas menerima praktik kerja industri alias magang untuk siswa selama empat bulan. Kesempatan magang ini, lanjut Ino, belum sampai pada tahap siswa SMK mengenal bagaimana manajemen perkebunan sehingga bisa mengetahui seluk-beluk bisnis kelapa sawit.

Menghadapi kenyataan tersebut, sekolah pun mulai melakukan terobosan. Sekolah tak sekadar memfokuskan siswa menjadi tenaga kerja di level mandor, tetapi juga wirausaha di bidang perkebunan.

Unit produksi perkebunan untuk penyediaan bibit kelapa sawit digiatkan sekolah dengan melibatkan siswa. Bermodal dana Rp 15 juta, sekolah membeli 2.500 bibit kelapa sawit dari kecambah untuk dikembangkan menjadi kelapa sawit siap tanam. Setiap siswa diberi tanggung jawab untuk merawat 100 bibit kelapa sawit.

Sulistyorini, Kepala Program Keahlian Pertanian SMKN 2 Sampit, mengatakan, siswa juga diperkenalkan dengan perkebunan karet yang berpotensi di daerah ini. ”Namun, fokus pada kelapa sawit jadi pilihan karena kebutuhan tenaga kerjanya sangat tinggi,” kata Sulistyorini.

Ia menambahkan, dengan dikembangkannya unit produksi pembibitan kelapa sawit di lahan sekolah, siswa bisa melihat peluang usaha yang bisa mereka manfaatkan.

Misalnya, dengan modal satu benih kecambah kelapa sawit, polybag, dan tanah subur seharga sekitar Rp 6.500, ketika berusia satu tahun harga kelapa sawit jadi Rp 25.000 per tanaman.

”Lewat program seperti ini, kami ingin siswa merasakan sendiri hasil dari berusaha di kelapa sawit. Jika mereka sudah bisa menikmati hasilnya, lama-lama mereka akan menyukai dan timbul keinginan lebih serius bekerja atau berwirausaha di perkebunan kelapa sawit,” ujar Ino.

Kembangkan kelas jauh

SMKN 2 Sampit yang menjadi sekolah unggulan di bidang pertanian diminta Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur mengembangkan program keunggulan berbasis kearifan lokal. Menyambut permintaan ini, sekolah pun mencari sebanyak mungkin informasi keberhasilan dari SMK sejenis.

Salah satu yang dinilai dapat diaplikaskan adalah melihat keberhasilan SMKN 2 Subang, Jawa Barat, yang berhasil menjadi salah satu SMK pertanian unggulan di Indonesia.

Pada pekan ini, Kepala SMKN 2 Subang Priyanto yang sekaligus Ketua Asosiasi SMK Kepetanian, Kehutanan, dan Kelautan diminta untuk berbagi kisah sukses mengelola SMK kelas jauh dan melakukan kemitraan dengan banyak perusahaan. Kisah sukses ini dibagi ke kalangan guru dan SMK se-Kotawaringin Timur.

SMKN 2 Sampit kemudian menyelenggarakan SMK kelas jauh berbasis kewirausahaan di perdesaan. Kelas pertama di Kecamatan Kota Besi, yang pada tahun pertama mendaftar 17 siswa lulusan SMP.

Pembukaan SMK kelas jauh di perdesaan ini, lanjut Ino, bekerja sama dengan Pemerintah Desa Camba. Selain itu, sekolah juga mulai menggandeng perusahaan kelapa sawit untuk terlibat membantu pengembangan kompetensi siswa yang sesuai dengan standar industri.

Kepala Desa Camba M Djunaedi mendukung pembukaan SMK kelas jauh di desanya agar lulusan SMP tidak kesulitan melanjutkan sekolah. Apalagi, konsep SMK kelas jauh ini mengajak siswa untuk bisa mengelola lahan seluas 20 hektar yang disediakan desa.

Para siswa belajar pembentukan sikap dan teori dengan menumpang di SMPN 4 Kota Besi di Desa Camba. Lahan yang hendak digarap untuk perkebunan kelapa sawit dan karet nantinya bisa menjadi unit produksi untuk membantu biaya operasional sekolah sehingga siswa bisa menjadi siswa mandiri yang membayar pendidikannya dari hasil bekerja di kebun kelapa sawit.

”Konsep magang di industri tidak cocok buat kami. Supaya leluasa untuk mengembangkan kompetensi siswa, sekolah perlu mengelola kebun sendiri,” kata Ino. Dengan cara ini, siswa menjadi tahu pengelolaan sawit sejak dari pembibitan, kebun, hingga produksi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com