Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjaga Petani Karawang Tidak Limbung

Kompas.com - 04/07/2012, 03:27 WIB

OLEH HER SUGANDA

Sejauh-jauhnya bangau terbang, Rohmat Sarman yang sudah berkelana ke mana-mana, akhirnya kembali lagi ke kampung halaman. Pengajar Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan di Bandung itu turun langsung ke sawah. 

Terinspirasi oleh kearifan lokal warisan nenek moyangnya, ia melaksanakan sistem pertanian organik. Keputusan yang diambil setelah melakukan pencarian yang melelahkan.

”Ternyata nenek moyang kita itu sangat cerdas,” kata Rohmat Sarman menyimpulkan pengalamannya selama empat tahun terakhir ini.

Anak ketiga dari keluarga petani tradisional itu kini sedang merintis sejarah daerah asalnya di Karawang yang selama ini dijuluki ”Lumbung Padi Jawa Barat”. Lewat internet, ayah empat anak yang pernah tercatat sebagai kandidat program doktor di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) dan University Science Malaysia (USM) ini berhasil memperoleh pengetahuan pertanian organik lewat dunia maya.

Dengan pengetahuan yang diperolehnya itu, ia berusaha meningkatkan posisi tawar petani di kampung halamannya, daerah yang ditinggalkan sejak duduk di bangku SMA. Rohmat Sarman mula-mula mendirikan Kelompok Studi Pertanian Organik (KSPO) Bale Pare yang bertujuan mengembangkan pertanian organik secara utuh. Lewat lembaga ini pula, ia berusaha mengubah pola pikir petani yang selama ini ketergantungannya pada bahan-bahan kimia sudah sangat kuat.

Usaha yang dirintisnya itu ternyata tidak mudah. Bahkan, ketika ia pertama kali melakukan percobaan, jangankan petani lainnya, mertua dan orangtuanya saja tak mudah menerima. ”Mereka malah mencibir,” kata istrinya, Ny Hj Rukmini.

Seperti di daerah lainnya di Kabupaten Karawang, para petani di daerah ini, sejak diterapkan bimbingan massal tahun 1965, sudah sangat akrab dengan bahan-bahan kimia. Baik dalam pemupukan, pemeliharaan, maupun pencegahan dan pemberantasan hama serta penyakit tanaman. Tetapi, setelah panen, posisi tawarnya rendah. Harga gabah sering jatuh di bawah harga dasar sehingga berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraannya.

Tantangan paling berat

Rohmat Sarman memulai kegiatannya pada musim tanam padi rendeng (April-Agustus 2009) di sela-sela kesibukannya memberi kuliah. Ia mengawalinya di atas lahan seluas 4,85 hektar yang terpencar di empat lokasi di Desa Pasirkaliki, Kecamatan Rawamerta. Areal sawah itu berada di tengah hamparan sawah non-organik.

Tantangan paling berat yang dihadapi Rohmat adalah mengubah pola pikir petani yang sudah terbentuk selama hampir setengah abad. ”Ketergantungan mereka terhadap bahan-bahan kimia sudah sangat kuat,” katanya.

Hal ini diperkuat dengan gencarnya pemasaran produk-produk sarana produksi pertanian sampai ke pelosok kampung. Dalam perjalanan pulang dari memeriksa tanaman padinya, ia menunjukkan contoh. ”Ini buktinya,” katanya seraya menunjuk dua pamflet promosi obat pemberantas hama yang ditempelkan pada sebatang pohon kelapa yang terdapat di pinggir kampung.

Di daerah ini, sistem pertanian organik yang diterapkan pada tanaman padi masih merupakan barang langka. Sementara untuk mengajak para petani melakukan perubahan tidak mudah dilakukan mengingat tingkat pendidikan formalnya rata- rata sangat rendah. Padahal, Bale Pare berusaha mengembangkan sistem pertanian organik sepenuhnya, tanpa sedikit pun terkontaminasi bahan-bahan kimia.

Rohmat sadar, satu-satunya kunci jawaban hanyalah melalui kenyataan. Sistem pertanian organik jika diterapkan secara murni bukan hanya biaya yang dikeluarkan lebih rendah karena bahan-bahannya terdapat di sekitar daerah tempat tinggalnya, melainkan harga produk yang dihasilkan pun bisa lebih tinggi, di samping keuntungan lainnya karena kesuburan tanah tetap terjaga.

Dengan pendekatan pemberian pupuk organik cair, hasil yang didapat rata-rata 6,48 ton per hektar. ”Lebih tinggi dibandingkan hasil panen petani non-organik di sekitarnya,” katanya.

Pupuk organik cair tersebut merupakan produk sendiri yang dibuat berdasarkan bahan-bahan dari daerah sekitar. Misalnya buah asam, pisang, air kopi, dan terasi bakar. ”Bahan-bahan itu sebenarnya sudah digunakan petani buhun kita,” katanya. Buhun artinya sama dengan kolot atau tradisional. Namun, mereka tidak mengaplikasikannya pada tanaman padi di sawah.

”Bahan-bahan itu dijadikan sesajen. Sementara saya, dengan sistem fermentasi, menerapkannya menjadi pupuk cair yang disemprotkan pada tanaman padi,” katanya.

Ketentuan ketat

Setelah melihat langsung hasil yang dicapai, memasuki musim tanam kelima, atau setelah 2,5 tahun, lahan pertanian organik KSPO Bale Pare sudah mencapai 20 hektar, melibatkan 32 petani. Untuk mempertahankan mutu sekaligus meningkatkan posisi tawar petaninya, Rohmat menetapkan pengawasan ketat sejak pemilihan benih sampai penanganan pascapanen dan sistem pengairannya. Benih yang digunakan harus benar- benar berasal dari benih organik. ”Satu butir pun tidak boleh ada yang tercampur,” ujarnya.

Untuk mencegah kontaminasi bahan kimia melalui air, sebelum air itu memasuki areal sawahnya harus disaring lebih dulu dalam kolam khusus yang ditanami eceng gondok. Gulma air ini berfungsi sebagai biofilter. Rimpangnya yang sudah kering dijadikan pupuk. ”Kandungan nitrogennya cukup tinggi,” katanya.

Setelah panen, para petani yang tergabung dalam Bale Pare tidak dibolehkan menjual produk pertaniannya secara langsung kepada konsumen. Gabah kering panen ditampung di Bale Pare dengan harga berdasarkan kesepakatan bersama. Setelah dikeringkan dan kemudian digiling, beras yang dihasilkan dikemas dalam plastik hampa udara dalam ukuran satu kilogram dan dua kilogram. Dengan sistem ini, kemurnian beras organik yang dihasilkan lebih terjamin mutunya.

Rohmat Sarman berpendapat, dengan terjaganya mutu, harga jual beras itu bisa dipertahankan. Pada gilirannya, itu akan meningkatkan posisi tawar petani.

(HER SUGANDA, Wartawan, Tinggal di Bandung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com