Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dihajar Cobaan Menuju Pulau Rempah-rempah

Kompas.com - 27/06/2012, 12:26 WIB
Kristianto Purnomo

Penulis

BANDA, KOMPAS.com - Lebih dari empat jam rombongan tim dua Ekspedisi Cincin Api menunggu di lobi Hotel Amaris Ambon, Selasa (26/6/2012), namun informasi merapatnya kapal Pelni Ciremai dari seorang kawan yang menunggu di Pelabuhan Ambon tak kunjung tiba.

"Ah, kapal terlambat itu sudah biasa. Paling cepat jam sembilan (malam) baru tiba", ujar Stevie, sopir mobil sewaan kami di Ambon. Benar saja, pukul 21.00 WIT kapal baru merapat di Pelabuhan Ambon.

Butuh waktu sekitar dua jam bagi penumpang menaikturunkan barang dari dan ke kapal. Ribuan calon penumpang telah berdesakan hingga di luar ruang tunggu keberangkatan Pelabuhan Ambon.

Gerimis yang turun sejak sore di Ambon semakin membuat calon penumpang berebut mendapat tempat berteduh agar tak basah.

Salah satu anggota tim ekspedisi, Antonius Ponco Anggoro, wartawan Harian Kompas yang kebetulan bertugas di Ambon mengingatkan saya untuk hati-hati dengan barang bawaan dan dompet saat berada di antara kerumunan calon penumpang.

"Hati-hati dompet, masukkan dalam tas saja", ujarnya.

Bergegas saya memeriksa isi tas, untuk memastikan dompet dan telepon seluler saya aman. Merasa barang berharga utuh, saya pun mengingatkan anggota tim lainnya.

Malang, dompet beserta telepon seluler wartawan Harian Kompas, Heru Sri Kumoro (Kum) lenyap dari saku celananya.

Kami kemudian memutuskan menjauh dari kerumunan calon penumpang, sekaligus memeriksa tas Kum, berharap ia lupa meletakkan dompet dan telepon selulernya.

"Wah sial, hilang lagi dompetku", keluh Kum yang mengaku dalam beberapa waktu terakhir ini juga kehilangan dompetnya.

Kawan-kawan pun hanya bisa menghibur Kum mengikhlaskan dompet dan telepon seluler yang baru ia beli sebelum berangkat ekspedisi.

Menyadari dompet dan telepon seluler Kum benar-benar hilang, kami memilih bersabar menunggu agar tidak berdesakan dengan calon penumpang yang berebut masuk kapal.

Meski relatif sudah tidak padat saat naik, namun di dalam kapal telah padat penumpang. Lorong-lorong dek kapal yang kami lewati nyaris dipenuhi penumpang bercampur dengan barang bawaan bahkan hasil bumi kol dan bawang putih.

"Lebih berat naik kapal dari pada naik gunung", keluh Danial Ade Kurniawan, wartawan Kompas TV kepada saya.

Beruntung kami membeli tiket kelas tiga, sehingga mendapat sebuah kabin yang cukup menampung tujuh orang anggota tim.

Untuk mencapai Banda Naira dibutuhkan waktu antara enam hingga tujuh jam perjalanan normal, tergantung kondisi gelombang dan kapal.

Menurut beberapa warga Ambon yang kami temui kemarin, gelombang di Laut Banda saat ini tengah tidak bersahabat. Benar saja belum setengah jam berlayar, ayunan gelombang terasa hingga kabin kami.

Heru Sri Kumoro, Antonius Ponco Anggoro, dan Prasetyo Eko tidak menyia-siakan waktu perjalanan untuk tidur, sedangkan saya bersama tiga anggota tim lainnya memilih membunuh bosan dengan bermain kartu.

Tidur adalah pilihan tepat apalagi saat ayunan gelombang terasa hingga kabin. Sambil bermain kartu satu-persatu dari kami mulai merasa mual dan pusing. Bahkan Derie Imani dari Kompas TV menjadi bahan tertawaan karena tiga kali muntah.

Tak terasa kantuk mulai menyergap. Kami memutuskan untuk tidur menyusul tiga teman kami.

Pukul 07.00 WIT, kapal putih begitu masyarakat setempat menyebut kapal Pelni merapat di Banda Naira, pulau yang pernah diperebutkan Belanda dan Portugis karena menyimpan kekayaan pala dan cengkih.

Di kepulauan ini, Tim Ekspedisi berencana meliput sejarah, alam, kehidupan masyarakat, dan potensi serta mitigasi kebencanaan di kepulauan yang dalam sejarahnya, tercatat sejak tahun 1600-an, telah berkali-kali terkena letusan gunung api, gempa, dan tsunami.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com