Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nelayan Suramadu Minta Tambang Pasir Distop

Kompas.com - 27/06/2012, 04:10 WIB

Jakarta, Kompas - Nelayan Surabaya-Madura mendesak pemerintah menghentikan total aktivitas penambangan pasir di perairan Surabaya. Dampak kerusakan pesisir akibat aktivitas ini sangat menyengsarakan kehidupan mereka. Pasir dipakai untuk mereklamasi Pelabuhan Teluk Lamong.

”Kami menuntut agar tidak ada lagi penambangan pasir di laut Surabaya. Kami masih berjuang,” kata Hasyim, Koordinator Forum Masyarakat Pesisir Surabaya-Madura, Selasa (26/6), saat dihubungi dari Jakarta.

Ia memaparkan, Senin, para nelayan difasilitasi oleh Komisi D DPRD Jawa Timur menggelar dengar pendapat dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jawa Timur. Dalam pertemuan itu, Pemerintah Provinsi Jatim dan DPRD Jatim sepakat menghentikan sementara waktu aktivitas penambangan pasir. Ini berlaku hingga perusahaan penyedotan pasir memperbarui dokumen analisis mengenai dampak lingkungan yang mengacu pada kondisi tahun 2006.

Ikan dan kerang hilang

Hasyim mengatakan, pasir perairan Surabaya digunakan untuk mereklamasi wilayah Teluk Lamong seluas 540 hektar. Akibat pengerukan pasir, nelayan kesulitan mendapatkan ikan. Sejak tahun 2006 mereka kesulitan menangkap kerang.

Penyedotan pasir telah memperdalam dasar perairan Surabaya. Jika sebelumnya kedalaman 4-5 meter, kini 15 meter. Akibatnya, nelayan tidak bisa lagi memasang perangkap ikan. Menurut Hasyim, awalnya jumlah nelayan pemasang perangkap ada 120 orang. Kini tinggal 20 orang. Sisanya, beralih menjadi nelayan penarik jaring.

”Dulu kami diam karena dampaknya belum terasa. Tetapi, 10 tahun terakhir, kehidupan kami sangat terusik karena sangat sulit mencari ikan atau kerang,” ujar Hasyim.

Abrasi

Tekanan ekonomi ditambah abrasi yang makin parah terjadi di permukiman nelayan di Nambangan, Surabaya. Dalam 10 tahun terakhir, garis pantai mundur setidaknya 3 meter. Aktivitas penambangan pasir dilakukan di perairan Surabaya sejak tahun 1978. Perusahaan operatornya berganti-ganti.

Penjabat Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim mengatakan, aktivitas penambangan pasir di daerah tangkapan nelayan melanggar konstitusi. Ia mengacu Pasal 35 (i) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Pasal itu berbunyi, ”Dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.”

Aktivitas penambangan pasir juga terjadi di Teluk Lontar, Serang, Banten. Kiara mendesak pemerintah daerah mengedepankan peningkatan kesejahteraan masyarakat, bukan segelintir orang.

”Pemerintah jangan menempatkan diri sebagai penarik pajak atau pembantu korporasi mengurus perizinan yang bertentangan dengan undang-undang ataupun kesejahteraan masyarakat pesisir,” kata Abdul Halim. (ICH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com