Banda Aceh, Kompas -
Sekretaris Pusat Penelitian Kajian Bencana Institut Teknologi Bandung Irwan Meilano, Minggu (24/6), di Banda Aceh, menjelaskan bahwa gempa daratan terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah di Aceh terakhir terjadi tahun 1907. Gempa itu berkekuatan 7,2 skala Richter (SR) dan berpusat di sekitar Pulau Weh.
”Gempa itu membentuk siklus labil antara 100-150 tahun. Jika dihitung sejak tahun 1907 sampai 2012 ini, berarti sudah lebih dari 100 tahun. Artinya, patut diwaspadai gempa daratan itu saat ini,” kata dia lagi.
Apalagi, lanjut dia, tahun 2004 terjadi gempa besar di Aceh yang berujung pada tsunami. Lalu, pada 11 April 2012 gempa berkekuatan besar di atas 8 SR kembali terjadi di Aceh. Rangkaian gempa besar itu dapat mempercepat terjadinya gempa yang berpusat di daratan.
Saat ini terdapat dua sesar yang sangat rawan bergerak dan mengundang gempa di ujung wilayah Pulau Sumatera yang berada di Aceh. Dua sesar itu adalah sesar Sumatera dan Seulimum. Sesar Sumatera membentuk garis lurus dari Banda Aceh ke Pulau Weh. Sesar Seulimum membentuk garis lurus dari Seulimum (Aceh Besar) ke arah Sabang.
Staf Advokasi, Pendidikan dan Pelatihan pada Tsunami Disaster and Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Faisal Ilyas, menambahkan, banyak hal baru dari rangkaian peristiwa gempa di Aceh. Hal ini semestinya dapat menjadi peringatan pada semua pihak terkait di Aceh untuk membangun kesiapsiagaan bencana yang lebih baik guna menghindari korban jiwa yang besar.
”Edukasi kesiapsiagaan bencana harus kian ditingkatkan. Apalagi potensi ancaman gempa di Aceh ini terus ada,” ungkap Faisal lagi.