Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Logistik Nasional Masih Memprihatinkan

Kompas.com - 19/06/2012, 20:49 WIB
Agnes Swetta Br. Pandia

Penulis

SURABAYA, KOMPAS.com — Masih buruknya sistem logistik di Indonesia, termasuk Jawa Timur, menyebabkan tingginya harga sejumlah barang di tingkat konsumen. Hal ini terungkap dalam diskusi dengan media tentang sistem logistik nasional dan persoalannya di Jatim yang dihelat di LPPM Institut Tekonologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Selasa (19/6/2012).

Sistem logistik barang kebutuhan masyarakat yang ada saat ini masih terlalu panjang dan tidak efisien mulai produsen hingga konsumen. Akibatnya, harga mahal karena biaya yang dikeluarkan untuk distribusi besar.

Menurut pakar statistik Institut Tekonologi Sepuluh Nopember (ITS), Kresnayana Yahya, harga sayur kol di swalayan bisa Rp 6.000 per kilogram, padahal harga yang diperoleh petani hanya ratusan rupiah. Hal ini disebabkan masih tidak efisiennya sistem logistik yang diterapkan untuk membawa sayur tersebut dari desa ke kota.

"Biaya logistik untuk produk pertanian masih di atas 40 persen," ujar Kresnayana yang didampingi Ketua Badan Kerja Sama Inovasi dan Bisnis Ventura LPPM ITS Surjo Widodo Adji.

Harga panen yang awalnya sangat rendah menjadi begitu tinggi di pasaran karena biaya transportasi dan logistik cukup besar. Bahkan, tak jarang harga sayuran dalam negeri justru lebih mahal ketimbang produk hortikultura impor, seperti wortel dari China atau Thailand.

Padahal, menurut Kresnayana, bahan makanan pokok, termasuk hortikultura, menyumbang sekitar 35 persen sumber inflasi. Kebutuhan harian masyarakat, seperti telur, daging, dan susu, juga menyumbang sekitar 15 persen.

Dengan kondisi sekarang, masyarakat dimiskinkan oleh sistem transportasi logistik yang tidak terkelola dengan baik. Tak hanya di darat, sistem tranportasi dan logistik di pelabuhan juga perlu mendapat perhatian serius.

Jika dibandingkan dengan Singapura, waktu bongkar muat logistik di pelabuhan Indonesia masih sangat jauh tertinggal. "Di Singapura hanya perlu satu hari untuk bongkar muat, sedangkan di Indonesia butuh lima hari," tutur Iwan Fanany, Sekretaris Pusat Studi Transportasi dan Logistik ITS.

Pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan cetak biru sistem logitik nasional (sislognas) untuk membenahi permasalahan transportasi dan logistik. Namun, sislognas tersebut perlu didukung perbaikan pada beberapa komponen lain, seperti teknologi informasi, sumber daya manusia, regulasi, dan pelaku industri logistik sendiri.

"Permasalahan ini sudah cukup serius dan sepertinya sudah mulai banyak peeduli dengan permasalahan ini," ungkap Nyoman Pujawan, Kepala Laboratorium Logistik dan Rantai Pasok Industri ITS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com