Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hutan Pun Dibakar (3)

Kompas.com - 04/06/2012, 10:08 WIB
Mohamad Burhanudin

Penulis

KOMPAS.com — Tak hanya dibabat dan ditanami sawit, kawasan hutan juga dibakar dalam pembukaan lahan itu. Kanal-kanal dibuka untuk mengeringkan air rawa agar bisa ditanami sawit.

Pengamatan Kompas di Rawa Tripa, pertengahan Mei lalu, menunjukkan, aktivitas pembukaan lahan dan pembakaran ini begitu jelas terlihat. Beribu-ribu hektar hutan di Desa Sumber Makmur, Pulo Kruet, dan Kuala Semayam tinggal pokok-pokok kayu yang sudah hangus terbakar. Sejumlah traktor tampak bekerja membuat parit-parit baru di hutan yang sudah dibabat dan dibakar salah satu perusahaan perkebunan di wilayah tersebut.

Dari hasil pencitraan satelit per 16 April 2012 oleh YEL, hutan yang masih ada di Tripa tinggal 11.504,3 hektar dari semula 62.000 hektar. Kehancuran hutan minimum dari Januari-April 2012 saja mencapai 805,4 hektar. Hutan yang sudah hancur sejak tahun 2009 hingga Desember 2011 mencapai 5.069,9 hektar.

"Ini artinya, dalam waktu kurang dari tiga tahun, hampir 6.000 hektar hutan yang rusak di Tripa karena dibabat untuk lahan sawit. Jika terus terjadi, hanya dalam tiga tahun ke depan hutan Rawa Tripa sudah akan musnah," kata Indriyanto.

Dari 11.504,3 hektar yang masih tersisa itu pun kondisinya terfragmentasi atau terpisah-pisah. Satu luasan hutan yang masih utuh hanya seluas 8.359 hektar. Namun, hutan yang utuh itu pun kini terancam. Masalahnya, hanya dalam 3,5 bulan terakhir sebagian sudah dibabat oleh pemilik HGU sehingga luasnya tinggal 7.615 hektar.

Pada Maret 2012, sebanyak 90 titik api ditemukan di Rawa Tripa. Titik-titik api itu berada di l wilayah hutan yang masih tersisa serta menjadi benteng terakhir orangutan di Tripa, seperti di Desa Sumber Makmur.

Dalam penelitian terhadap ketersediaan karbon Tripa pada 2008 ditemukan bahwa Tripa terdiri atas tiga kubah gambut yang mencapai kedalaman lebih dari 5 meter di beberapa tempat (Agus dan Wahdini, 2008).

Jumlah total karbon di gambut itu sendiri sekitar 1.300 ton per hektar, jauh melampaui jumlah yang disimpan di atas tanah, pepohonan, dan biomassa lain (sekitar 110 ton per hektar; Agus dan Wahdini, 2008).

Jumlah total karbon di lapisan gambut Tripa antara 50 juta ton dan 100 juta ton menjadi wadah penyimpan karbon terbesar di Aceh. Wadah karbon ini adalah hasil dari ribuan tahun akumulasi bertahap dari material organik di rawa-rawa, di mana kondisi anaerobik mencegah dekomposisi atau pembusukan.

 

Namun, alih fungsi lahan besar-besaran dan pembakaran hutan dalam beberapa tahun terakhir ini membuat Rawa Tripa telah melepas karbonnya. Pada tahun 2008, PanEco Fondation menemukan, kebanyakan karbon yang saat ini disimpan di atas tanah akan habis pada tahun 2014 jika tingkat deforestasi yang terjadi saat ini tetap berlangsung.

Padahal, karbon yang tersimpan di dalam tanah, di gambut itu sendiri, sebagai hasil dari akumulasi bertahap selama ribuan tahun akan lepas hanya dalam beberapa dekade akibat kombinasi dari pembakaran gambut dan oksidasi gambut.

Emisi dari pembakaran gambut dapat melepas dari 50 hingga 300 ton karbon per hektar. Yang tak kalah berbahaya juga adalah emisi oksidasi yang dihasilkan dari pengairan sederhana dan pengeringan gambut. Gas CO2 yang dilepas dengan cara ini dapat mencapai 73 ton per hektar per tahun, setara dengan 20 ton karbon per hektar per tahun.

"Artinya, kawasan Rawa Tripa akan mengalami permasalahan serius jika pembabatan hutan ini terus berlangsung," kata Koordinator Program Rawa Tripa di YEL Halim Gurning.  (MOHAMAD BURHANUDIN)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com