CILACAP, KOMPAS -
Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap, Wasi Aryadi, Sabtu (26/5), ruang terbuka itu akan dibuat menjadi seperti bukit buatan. ”Mitigasi ini mutlak diperlukan, sebab Cilacap berada di pesisir Samudra Indonesia yang rawan tsunami. Fatal jika korban jatuh karena jalur evakuasi terlalu padat,” jelasnya.
Hasil pemetaan BPBD, wilayah pesisir dan bagian kota Cilacap termasuk kategori padat penduduk dengan jumlah warga mencapai 11.200 jiwa. Untuk itu, keberadaan lokasi evakuasi yang strategis dan dekat permukiman sangat dibutuhkan. Jalur evakuasi ke dataran tinggi di Jeruklegi jauh, sekitar 10 kilometer.
Wasi mengungkapkan, ada beberapa lokasi yang ideal bagi bukit buatan itu, seperti memanfaatkan lahan bekas tambang pasir besi PT Aneka Tambang seluas 4 hektar di dekat Teluk Penyu. Lokasi ini berjarak sekitar 600 meter dari bibir Pantai Teluk Penyu, waktu tempuh dari permukiman warga paling lama 15 menit dengan berjalan kaki. Lokasi lain adalah lapangan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Sentolo Kawat, Cilacap Selatan, seluas 1 hektar. Lapangan itu berjarak sekitar 350 meter dari bibir pantai dan terlindung kilang minyak Pertamina. Bukit itu akan dibuat minimal setinggi 10 meter dan maksimal 15 meter.
Kepala Subdit Pendayagunaan Sumber Daya Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Rusman Hariyanto, di Kebumen, Jateng, mengakui pesisir selatan Jateng, termasuk Cilacap, paling rawan tsunami. Di Indonesia sejak tahun 1600 hingga 2012 terjadi 110 peristiwa tsunami.
Dari Tasikmalaya, Jawa Barat, Minggu, dilaporkan, Gunung Galunggung kini diawasi oleh empat alat pemantau kegempaan. Kepala Pos Pengamatan Gunung Galunggung Heri Supartono menuturkan, pemasangan alat itu untuk akurasi pemantauan dan mempermudah mitigasi bencana gunung berapi.