Jakarta, Kompas -
Hal ini terungkap dalam Seminar Nasional ”Reformasi Sis-
Hadir sebagai narasumber pengajar Pascasarjana Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa APMD, Yogyakarta, Sutoro Eko; anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P, Budiman Sujatmiko; dan anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Golkar, Hetifah Siswanda.
Menurut Sutoro, semestinya sistem perencanaan pembangunan nasional mengakomodasi tiga kekuatan besar politik, yakni kepala pemerintahan, parlemen, dan masyarakat. Namun, secara empirik, sistem perencanaan dan penganggaran hanya membuka peluang perebutan proyek. Jadi, elite yang menangkap alokasi anggaran untuk berbagai proyek yang akan dilakukan.
Hal serupa disampaikan Hetifah. Dalam lokakarya yang diselenggarakan pada masa reses di Rumah Aspirasi Hetifah, musrenbang banyak dikeluhkan. Masyarakat menilai musrenbang hanya rekayasa dengan memanfaatkan masyarakat. Sebaliknya, kebutuhan-kebutuhan yang disampaikan masyarakat tidak terakomodasi. Karena itu, warga enggan musrenbang dilanjutkan.
Untuk menangkap aspirasi dengan baik, Hetifah yang mewakili 14 kabupaten/kota di Kalimantan Timur merencanakan reses sebaik-baiknya. Dia juga membuat sistem jaringan baik melalui kelompok-kelompok di kabupaten/kota, melalui individu yang menyampaikan aspirasi langsung, maupun dengan mengorganisasi komunitas-komunitas.
Budiman juga memanfaatkan rumah aspirasinya untuk menggalang partisipasi kelompok masyarakat seperti petani, buruh, dan mahasiswa. Dari rumah aspirasi, penjaringan aspirasi yang bersifat teritorial bisa diatasi.
Sutoro mengatakan, partisipasi yang didefinisikan dalam musrenbang ataupun dalam fungsi representasi anggota DPR berbasis teritorial.