Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI Dukung Komoditas Anggrek

Kompas.com - 07/05/2012, 03:00 WIB

BANDUNG, KOMPAS - Keanekaragaman hayati berupa lebih dari 5.000 spesies anggrek yang tersebar di Indonesia ternyata tidak diikuti oleh geliat ekonomi yang dinikmati para petani. Salah satu indikatornya adalah rendahnya kucuran kredit dari bank untuk komoditas anggrek.

”Hingga Maret 2012, kredit yang pernah dikucurkan bank untuk usaha anggrek hanya Rp 15,5 miliar atau 0,13 persen dari total kredit yang dikucurkan untuk sektor pertanian sebesar Rp 119,8 triliun,” kata Pemimpin Bank Indonesia Bandung Lucky Fathul Aziz, Sabtu (5/5).

Kredit yang dikucurkan ternyata juga hampir semua dinikmati oleh pedagang, bukan petani anggrek, padahal mereka membutuhkan modal untuk beroperasi. Menanam anggrek sejak bibit hingga kondisi siap dijual membutuhkan waktu dua tahun. Selama waktu itu tidak ada yang bisa dilakukan selain menunggu sehingga para petani sulit mendapatkan akses kredit.

Untuk itu, BI menyelenggarakan pameran anggrek yang dilangsungkan pada 9-13 Mei 2012 di Bandung. Menurut Lucky, acara ini bertujuan mempertemukan semua pihak terkait anggrek, seperti pembudidaya, perbankan, dan perusahaan. Dalam acara itu juga digelar seminar untuk menambah pengetahuan masyarakat dalam budidaya anggrek.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bandung Momon Abdurachman mengungkapkan, terdapat setidaknya 250 hotel di Kota Bandung dan 1.200 hotel di seluruh Indonesia. Satu hotel saja bisa membutuhkan banyak bunga anggrek untuk hiasan, mulai untuk kamar bagi tamu hingga interior hotel. ”Anggrek lebih awet dibandingkan dengan bunga lainnya,” ujarnya.

Peneliti anggrek dari Universitas Padjadjaran, Wieny H Rizky, mengatakan, peluang untuk menjual bunga anggrek tidak menutup kemungkinan bagi pasar ekspor. Ada metode kultur jaringan untuk menyimpan bibit anggrek ke dalam sebuah botol, kemudian diberi gantungan kunci. Suvenir tersebut dijual dengan harga Rp 10.000 per buah dan isinya tetap bisa ditanam hingga enam bulan kemudian.

”Peluang untuk membudidayakan di tingkat petani memang terbuka lebar, tetapi harus melalui pelatihan terlebih dahulu,” kata Wieny. (eld)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com