Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengembang: "Bubble" Properti, Jauh Panggang dari Api!

Kompas.com - 02/05/2012, 12:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kalangan pengembang properti menilai, ancaman bubble properti di Indonesia ibarat jauh panggang dari api. Dibandingkan negara-negara lain di dunia, rasio kredit pemilikan rumah (KPR) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tergolong paling kecil.

Presiden Direktur PT Bakrieland Development Tbk Hiramsyah S Thaib memaparkan, rasio KPR Indonesia sebesar 3%. Jauh di bawah India (7%), China (12%), Thailand (18%), Korea Selatan (28%), Malaysia (29%), Singapura (31%), Taiwan (39%), Hong Kong (41%), Amerika Serikat (80%), Inggris (85%), dan Denmark (90%).

"Di luar negeri perbankan rata-rata sudah banyak juga yang membiayai KPR untuk rumah kedua, ketiga, dan keempat. Kalau di Indonesia rata-rata masih untuk rumah pertama," ujar Hiramsyah dalam Seminar bertajuk Siasat Bank dan Pengembang untuk Menopang Daya Beli Konsumen, Rabu (2/5/2012).

Selain itu, menurut Hiramsyah, faktor lainnya adalah harga rumah di Indonesia belum mengalami kenaikan besar-besaran seperti di negara lain. Ia menjelaskan, negara-negara di kawasan ASEAN rata-rata pulih dari krisis ekonomi 1997 pada tahun 2000. Saat itu, sebagian besar negara di ASEAN sudah selesai dengan persoalan kredit bermasalah. Berbeda dengan Indonesia yang baru selesai mengatasi krisis 1998 pada tahun 2004. Harga properti pun cenderung datar sepanjang 1997-2004.

"Setelah itu, tahun 2006 baru mulai naik. Tapi terkena dampak krisis ekonomi 2008, kenaikan harga pun berhenti lagi dan mulai bergerak pelan lagi pada 2010. Artinya, sebetulnya kita di properti Indonesia sudah menahan harga dari tahun 1997," ujar Hiramsyah.

Sekedar mengingatkan, BI telah menerbitkan Surat Edaran BI tentang pengaturan loan to value (LTV) KPR tipe rumah di atas 70 m2 sebesar 70%. Salah satu pertimbangan BI mengeluarkan ketentuan tersebut lantaran pertumbuhan KPR di atas rata-rata pertumbuhan industri perbankan. Pertumbuhan KPR yang terlalu tinggi dikhawatirkan mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak sebenarnya (bubble).

"Potensi pasar masih besar, khususnya kebutuhan primer untuk tipe di atas 70 m2. Pangsanya saat ini 31%," kata Hiramsyah.

Ia menambahkan, untuk itu dibutuhkan dukungan perbankan berupa pemberian bunga rendah, perpanjangan tenor, dan angsuran berjenjang. (Astri Kharina Bangun)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com