Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang "Mpok Kite" Chadidjah

Kompas.com - 21/04/2012, 10:47 WIB
Windoro Adi

Penulis

Kedua orangtua Yasmine menyekolahkan ke delapan anaknya di sekolah katolik yang kala itu dianggap lebih maju dibandingkan sekolah umum lainnya. "Yang pria sekolah di SD Strada, SMP Van Lith Gunung Sahari, dan SMA Kanisius, Menteng, sedang yang perempuan di SD Melania, Sawah Besar, SMP Santa Maria, dan SMA Ursula, Lapangan Banteng. Kami tinggal di Jalan Mangga Besar IV, Jakarta Barat, yang saat itu bernama Gang Sumantri," jelas Yasmine.

Selama tinggal di Mangga Besar IV, Yasmine sudah merasakan sikap orang-orang Betawi tengah yang terbuka dan toleran terhadap pendatang seperti halnya keluarga orangtuanya. "Soal pendidikan, ayah berfikir lebih maju lagi. Mungkin karena pengaruh cara berfikir nenek yang orang Barat ya," ujar Yasmine.

Usai SMA, ia berniat melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum UI, sebab, "Saya ini orang yang suka berdebat. Saya ingin menjadi pengacara handal," tegas Yasmine. Tetapi keinginan itu ia urungkan setelah kakak sepupunya, Doktor Psikologi, Fuad Hassan (mantan menteri pendidikan dan kebudayaan), menyarankan Yasmine mengambil jurusan antropologi. Alasannya, mahasiswanya masih sedikit, hanya lima sampai tujuh orang saja. Peluang untuk menonjol lebih besar.

Setelah menyelesaikan skripsinya berjudul, "Integrasi Minoritas Arab di Jakarta", ia diwisuda dan melanjutkan kuliahnya di Australia. Untuk skripsi master-nya, ia menulis, "The position of Betawi Woman".

"Saat tulisan ini tersosialisasi di Jakarta, saya diprotes sejumlah komunitas Betawi yang kelak saya kategorikan sebagai golongan Betawi tengah. Mereka memprotes saya karena responden yang saya ambil hanya berasal dari kalangan perempuan Betawi di Condet, Jakarta Timur yang saya golongkan menjadi Betawi pinggir. Kondisi mereka saat itu masih memprihatinkan," jelasnya.

Tetapi justru karena diprotes itulah, Yasmine mengenal lebih dekat tokoh-tokoh Betawi sampai akhirnya ia terlibat lebih banyak di Lembaga Kebudayaan Betawi. Yasmine pun mengenal lebih dalam etnis Betawi sampai akhirnya membangun teori tentang tiga golongan komunitas Betawi seperti yang ia tulis dalam tesis doktornya, "Recreation of Etnic Tradition The Betawi of Jakarta".

Kini, orang Betawi sudah jauh berubah. "Kalau dulu panggilan mpok membuat teman saya Chadijah merasa direndahkan dan terhina, maka sekarang, ketika kawan-kawan sesama guru besar di UI memanggil saya mpok, saya merasa bangga dan terhormat sebagai orang Betawi," tutur Yasmine.

Yasmine Zaki Shahab
Lahir: Mangga Besar IV, Jakarta Barat 1 Desember 1948
Suami: Saleh Umar (46)
Anak: Mariam Katlea (34), dan Husein Haikel (29).
Pendidikan: SD Santa Melania, Sawah Besar Jakarta Pusat,
SMP Santa Maria, Jalan Ir Djuanda, Jakarta Pusat,
SMA Santa Ursula, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat,
Sarjana Antropologi Fisipol UI, Jakarta Pusat,
Master Antropologi Austalian National University, Australia
Doktor Antropologi University of London, Inggris.
Pekerjaan: Ketua Departemen dan Guru Besar Antropologi UI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com