Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Damai dan Cemas Pilkada Aceh

Kompas.com - 10/04/2012, 03:19 WIB

Oleh Teuku Kemal Fasya 

Setelah tertunda empat kali, akhirnya Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh berlangsung 9 April. Secara serentak, rakyat memilih gubernur serta 17 bupati dan wali kota dari 23 daerah tingkat dua di Aceh.

Perjalanan pilkada yang cukup terjal dan berliku ini merepresentasikan situasi di Aceh dan wajah perdamaian terakhir.

Keterjalan terjadi sejak Mahkamah Konstitusi mencabut Pasal 256 dari Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UU Nomor 11 Tahun 2006) pada 30 Desember 2010. Keputusan MK Nomor 35/PUU-VIII/2010 itu sesungguhnya tidak salah. Tugas MK memang menggerai sisi-sisi yang tidak pas pada undang-undang agar sejalan dengan konstitusi. MK bahkan kembali memperkuatnya dengan surat keputusan Nomor 108/PHPU.D-X/2011 yang menyatakan calon independen tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan nota kesepahaman (MOU) Helsinki.

Namun, keputusan itu membuat Partai Aceh (PA) gusar sehingga PA tetap bergeming tidak mendaftarkan diri. Melalui proses lobi yang panjang oleh Kementerian Dalam Negeri dan ”dibantu” keputusan MK pada 17 Januari 2012, PA akhirnya bersedia mendaftarkan kandidatnya untuk ikut serta. Keputusan MK Nomor 1/SKLN-X/2012 itu jadi jalan kompromi di tengah situasi kusut masai Aceh akibat teror dan pembunuhan berantai.

Para kandidat

Akhirnya ada lima kandidat gubernur/wakil gubernur yang ikut bertarung. Para kandidat itu adalah 1) Tgk Ahmad Tajudin/Teuku Suriansyah 2) Irwandi Yusuf/Dr Muhyan Yunan 3) Prof Darni Daud/Dr Ahmad Fauzi 4) Muhammad Nazar/Nova Iriansyah dan 5) Zaini Abdullah/Muzakkir Manaf. Dari lima pasang, hanya dua yang berasal dari usungan parpol, yaitu pasangan Nazar/Nova (Partai Demokrat dan PPP) serta Zaini/Muzakkir (Partai Aceh). Selebihnya datang dari jalur independen.

Tajudin/Suriansyah adalah pasangan yang kompleks. Tajudin merupakan pimpinan salah satu pesantren terbesar di Aceh Besar dan Suriansyah mantan anggota DPR dari Aceh Utara. Sayang, keduanya tidak cukup mampu merepresentasikan potensi pemilih santri seluruh Aceh dan Aceh Utara sebagai salah satu daerah dengan pemilih terbesar. Kemampuan agregasi suara hanya seputar wilayah Aceh Besar, sebagian kalangan santri di luar Aceh Besar, dan sedikit dari wilayah pesisir timur.

Irwandi/Muhyan dapat disebut sebagai pasangan pejabat politik dan karier. Irwandi adalah salah satu tokoh muda GAM yang paling menonjol saat perjanjian Helsinki, kemudian terpilih sebagai gubernur pada 2006. Ia dianggap cukup berhasil menjalankan program asuransi kesehatan (Jaminan Kesehatan Aceh/JKA). Adapun Muhyan, mantan Kepala Dinas Bina Marga dan Cipta Karya (BMCK), merupakan anak dari daerah tersisih: Aceh Selatan.

Pasangan di atas kemungkinan meraih suara di Bireuen sebagai daerah tingkat dua dengan daftar pemilih tetap (DPT) terbesar dan juga asal Irwandi serta pesisir barat-selatan. Meskipun menjadi petahana ”GAM” pertama dalam sejarah, ia saat ini ”digugat cerai” oleh PA sehingga masuk jalur independen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com