Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden: Silakan Unjuk Rasa

Kompas.com - 24/03/2012, 05:01 WIB

Jakarta, Kompas - Eskalasi aksi unjuk rasa untuk menolak rencana kenaikan harga bahan bakar minyak diperkirakan akan meningkat menjelang 1 April 2012. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempersilakan masyarakat yang tidak setuju terhadap rencana kenaikan harga BBM untuk berunjuk rasa asal tertib.

”Saya melihat ada protes-protes dari kalangan masyarakat tertentu. Saya harap semua protes berjalan dengan tertib, damai, dan tidak sampai menimbulkan kerusakan yang tidak perlu, apalagi korban, yang menyengsarakan rakyat,” ucap Presiden, Kamis (22/3), dalam jumpa pers di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Jumpa pers diadakan sebelum Presiden dan rombongan terbang ke China. Selain ke China, Presiden bersama Ny Ani Yudhoyono juga akan mengunjungi Korea Selatan dan Hongkong. Rombongan Presiden kembali ke Jakarta hari Kamis pekan depan.

Menurut Yudhoyono, demokrasi memberi ruang bagi mereka yang tidak sependapat dengan pemerintah untuk menyampaikan aspirasi. ”Namun, ikutilah hukum dan aturan yang berlaku. Itulah harapan kita, harapan rakyat Indonesia,” ujarnya.

Presiden juga berharap pembahasan APBN-P oleh pemerintah bersama DPR berjalan dengan baik. ”Selama seminggu saya di luar negeri, Wakil Presiden akan menangani berbagai hal di dalam negeri. Saya tahu ada banyak hal yang harus dikelola dengan baik, terutama menyangkut pembahasan APBN-P 2012 di DPR,” kata Yudhoyono.

Akibat kenaikan tajam harga minyak dunia, pemerintah mengusulkan kenaikan harga BBM bersubsidi dalam APBN-P 2012. Sejumlah asumsi makro perekonomian juga berubah guna mengantisipasi gejolak perekonomian global.

Eskalasi meningkat

Secara terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution di Jakarta mengatakan, eskalasi aksi unjuk rasa untuk menolak rencana kenaikan harga BBM diperkirakan akan meningkat. ”Eskalasi akan naik karena menjelang 1 April,” kata Saud.

Dari catatan Polri yang disampaikan Saud, unjuk rasa, Rabu lalu, mencapai 49 aksi di beberapa kota. Dari catatan yang ada, jumlah pengunjuk rasa sebanyak 7.263 orang.

Dari 49 aksi tersebut, kata Saud, tiga unjuk rasa berlangsung anarkistis, yaitu di Makassar, Medan, dan Jakarta. Di Makassar terjadi perusakan mobil dinas kehutanan, mobil tangki BBM, mobil truk pengangkut elpiji, dan mobil pengangkut minuman ringan, SPBU, dan Alfamart.

Di Medan dan di Jakarta, unjuk rasa juga diwarnai aksi bentrokan dengan aparat keamanan. Namun, aksi-aksi itu dapat segera ditangani.

Polri telah menyiapkan langkah antisipasi untuk menghadapi eskalasi ujuk rasa tersebut. Rabu lalu, Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo mengatakan, Polri akan melibatkan aparat TNI dalam menangani unjuk rasa jika terjadi eskalasi.

Menurut Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Achmad Basarah, pelibatan TNI itu harus mendapat persetujuan DPR. Hal itu diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Basarah menuturkan, Pasal 7 Ayat (2) UU No 34/2004 menyebutkan, TNI dapat membantu Polri melaksanakan tugas keamanan dan ketertiban masyarakat, seperti turut mengamankan unjuk rasa. Namun, Pasal 7 Ayat (3) menyatakan, tugas itu dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

”Artinya, pelibatan TNI menjadi kebijakan politik Pemerintah bersama DPR, yang dirumuskan melalui hubungan kerja dua lembaga itu. Namun, sampai sekarang DPR belum pernah diajak bicara oleh pemerintah dan memberi persetujuan terkait pelibatan TNI ini,” tutur Basarah.

Persuasif

Meskipun dimungkinkan, menurut Basarah, belum saatnya TNI dilibatkan karena unjuk rasa yang terjadi masih wajar untuk negara demokrasi. Pemerintah seharusnya berkonsentrasi mengedepankan pendekatan persuasif untuk menghadapi berbagai unjuk rasa tersebut.

Ahmad Muzani, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, juga menilai, kondisi masih aman dan kepolisian masih mampu mengatasi dinamika yang terjadi terkait rencana kenaikan harga BBM. ”Menarik-narik TNI untuk menghadapi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM akan membuat TNI dalam posisi sulit,” tutur Muzani.

Wakil Ketua Komisi III DPR Nasir Djamil menyatakan, pelibatan TNI akan menimbulkan kesan, rakyat yang menolak kenaikan harga BBM seperti bertindak makar hingga perlu diperangi. Kesan itu makin diperkuat oleh pernyataan Presiden Yudhoyono bahwa rencana kenaikan harga BBM membuat ada yang mengancam keselamatan dia dan keluarganya.

”Melibatkan TNI berarti menghadapkan rakyat dengan militer. Ini menunjukkan bahwa Presiden telah menolak bertanggung jawab atas kebijakan yang diambilnya terkait rencana kenaikan BBM,” ujar politisi dari Partai Keadilan Sejahtera itu.

Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin yang ditemui di sela Jakarta International Defense Dialogue mengatakan, TNI di lapangan belum bertindak menghadapi pengunjuk rasa. Kehadiran banyak tentara di pusat kota Jakarta karena alasan kemudahan mobilisasi.

Dia mengatakan, TNI akan bertindak kalau ada pengalihan komando pengendali ke tangan mereka. TNI tidak menggunakan peralatan tempur dalam menghadapi pengunjuk rasa.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin di Cirebon, Jawa Barat, mengatakan, kenaikan harga BBM merupakan dampak dari amburadulnya kebijakan perminyakan di Tanah Air. Indonesia memiliki potensi sumber daya yang besar akan minyak dan gas bumi, tetapi pengelolaannya tidak benar.

”Hal itu ditunjukkan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang memberikan peluang kepada asing untuk menguasai sumber daya kita, yakni dengan sistem kontrak karya,” kata Din seusai menghadiri pengajian umum di Masjid At Taqwa di Kota Cirebon, Jumat.

(ATO/FER/NWO/ONG/REK/EVY/EDN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com