Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ke Kaki Galunggung Mereka Kembali

Kompas.com - 15/03/2012, 06:25 WIB

Oleh Hermas E Prabowo dan Mukhamad Kurniawan

KOMPAS.com - Kolam ikan dan sawah menghampar luas di kaki Gunung Galunggung, berseling dengan rumah-rumah warga yang berdiri rapat. Nyaris tak ada lagi jejak kehancuran yang tersisa dari letusan dahsyat Gunung Galunggung 30 tahun silam.

Dulu rumah-rumah, kolam-kolam, dan sawah di desa ini tertutup pasir. Semua kolam dan ikan yang saat itu siap panen terkubur,” Ojoh (90), pembudidaya gurami di Kampung Cihujung, Desa Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, berkisah.

Pada 5 April 1982, Gunung Galunggung meletus hebat. Letusan itu berlangsung sampai sembilan bulan kemudian. Muntahan material letusan, menurut JA Katili dan Adjat Sudrajat dalam bukunya, Galunggung the 1982-1983 Eruption, menutup 600 kilometer persegi lahan dengan sebaran terbanyak di lereng sebelah tenggara. Material yang terlontar 370 juta meter kubik. Lebih dari 63.000 warga di 20 desa mengungsi.

Seluas 1.321 hektar tambak ikan dan 1.816 hektar sawah di kaki Galunggung tertimbun material letusan. Saluran irigasi pun tak bisa dipakai lagi.

Sukaratu, desa sentra budidaya ikan, terkubur material gunung api. Namun, Ojoh tak menyerah. Setiap hari, selama hampir dua tahun sejak Galunggung meletus, Ojoh dan Sopiah (80), istrinya, bolak-balik dari pengungsian ke kolam yang berjarak 10 kilometer. Siang hari keduanya mengeruk pasir, malam hari kembali ke tenda pengungsian di Kecamatan Cisayong.

Setelah pasir dibersihkan, ikan tak bisa segera dibudidayakan. Air kolam terlalu asam buat ikan. ”Butuh waktu 3,5 tahun untuk bisa membudidayakan ikan lagi,” kata Ojoh.

Bagi Ojoh, gurami adalah jalan hidup. Sejak merintis usaha pada 1960-an, Ojoh telah mendapat banyak hasil dari gurami, termasuk keberangkatannya bersama istri ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji.

Oleh karena itu, seluruh daya dicurahkan untuk menghidupkan lagi kolam ikannya. Dia bahkan menjual sebagian sawah untuk membiayai pengerukan pasir yang mengubur kolam.

Di atas pasir

Di Kampung Sukaratu, Desa Sukaratu, sampai tahun 1988 atau enam tahun setelah Galunggung meletus belum ada satu sawah pun yang bisa ditanami padi karena pasir belum sempurna disingkirkan.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com