Pemerintah menetapkan HPP beras tahun ini Rp 6.600 per kg. Hambatan arus perdagangan beras terjadi sebagai akibat ketidaksiapan penanganan pascapanen. Ketidaksiapan itu mulai dari kesulitan tenaga kerja saat panen, pengeringan, proses produksi, hingga perbankan.
Hal itu terungkap saat Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengunjungi sejumlah sentra produksi beras sejak 8 Maret sampai Sabtu (10/3) di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kegiatan ini untuk memastikan kesiapan Perum Bulog membeli beras sekaligus membangun kerja sama multikemitraan. Kerja sama dilakukan mulai dengan pengusaha penggilingan skala besar, skala kecil, gabungan kelompok tani, kelompok tani, hingga para penebas.
Berbagai masalah di lapangan terungkap. Panen padi pada musim hujan tahun ini lebih baik daripada tahun lalu. Produktivitas tanaman padi per hektar meningkat dengan kadar rendemen lebih tinggi dari 2011. Masalah justru pada pascapanen.
Sukemi, pemilik Penggilingan Beras Tongtim di Klaten, Jawa Tengah, mengatakan, di gudangnya saat ini menumpuk lebih dari 100 ton gabah kering panen dengan kadar air di atas 25 persen.
”Beras masuk terus karena saya punya penebas banyak, tetapi enggak bisa mengeringkan,” kata Sukemi. Kalaupun bisa mengeringkan, tenaga kerja untuk lembur di penggilingannya tidak ada. ”Semua lagi panen, punya kerjaan sendiri-sendiri,” katanya.
Masalah yang sama diungkapkan Sri Budiningsih, pengusaha Penggilingan Beras Putra Tani
”Ongkos tenaga kerja naik dua kali lipat,” katanya.