Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Preteli" Kewenangan KPK, DPR Merasa Terancam?

Kompas.com - 08/03/2012, 07:53 WIB
Maria Natalia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Advokat senior Adnan Buyung Nasution mengungkapkan keheranannya atas wacana yang dilontarkan Komisi III DPR yang ingin memangkas sejumlah fungsi dan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pernyataannya ini menrespons sikap Komisi III DPR yang menceruskan opsi untuk menghilangkan tugas penindakan yang dimiliki KPK. Salah satu opsi, tugas KPK ke depan hanya fokus pada bidang pencegahan. Sementara tugas penindakan akan dialihkan pada kepolisian dan kejaksaan untuk memberantas korupsi.

"DPR sama dengan tidak mau mengerti dan memahami aspirasi rakyat dong. Justru KPK ini dibentuk atas aspirasi rakyat. Saya salah seorang yang merumuskannya. Saya akan melawan mereka itu. Rakyat membutuhkan KPK yang kuat. Malah perlu ditambah kewenangannya. Yang sekarang saja masih belum mampu. Masa ini mau dipretelin lagi," ujar Buyung di Jakarta, Kamis (8/3/2012).

Menurutnya, saat ini KPK justru membutuhkan penyidik independen yang bukan berasal dari kepolisian dan jaksa penuntut yang tidak bergantung dari kejaksaan. Hal ini perlu dilakukan agar KPK tidak dipermainkan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu. Dengan mengurangi kewenangan KPK, kata Buyung, DPR justru menunjukkan indikasi melemahkan KPK.

"Tuntutan dan keinginan rakyat, biar negaranya bersih dari korupsi. Tapi logika hukum anggota DPR itu enggak jalan. Bisa kita pertanyakan itu kredibilitasnya orang-orang seperti itu. Jangan kurangi kewenangannya. Itu betul-betul akan melumpuhkan KPK dan itu maunya koruptor," sambung Buyung.

Ia mengungkapkan, DPR sebaiknya menilik kondisi di internal DPR yang rawan korupsi. Bukan malah menggerogoti kekuatan KPK.

"Saya kira, karena mereka banyak yang jadi 'korban' KPK. Jadi untuk menutupi malu, mereka melakukan itu. Kalau dia punya urat malu harusnya bagaimana membersihkan orang-orang korup dalam DPR, dalam banggar dan di mana pun itu dibersihkan. Bukannya mengurangi kekuatan KPK," papar Buyung.

DPR merasa terancam?

Kritik juga disampaikan aktivis Indonesia Corruption Watch, Tama S Langkun. Ia menduga, rencana ini mencuat karena DPR merasa terancam dengan kinerja KPK yang gesit memberangus koruptor di Senayan.

"Boleh jadi hal ini dilakukan kerena mereka merasa terancam. Faktanya, menurut catatan kita terakhir sudah 45 anggota DPR yang sudah diproses oleh KPK di berbagai level. Ada yang penyidikan, penuntutan, bahkan sudah mendapatkan vonis pengadilan," ujar Tama saat dihubungi Kompas.com.

Pengurangan fungsi penindakan ini, menurut Tama, kontradiktif dengan awal sejarah dibentuknya KPK. Lembaga ini dibentuk karena menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja kejaksaan dan kepolisian dalam memberantas korupsi.

"Logika yang dibangun Komisi III tentu terbalik. Ketika porsi penindakan KPK dianggap berhasil, bukankah seharusnya ditingkatkan atau sekurangnya dipertahankan, bukan dihilangkan. Jika DPR menganggap fungsi pencegahan KPK lemah, seharus itu yang ditingkatkan," jelas Tama.

ICW menagih janji dari para anggota DPR yang pada pemilihan lima pimpinan KPK lalu, meminta lembaga itu segera menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang masih menggantung.

" Ini sangat kontradiksi dengan harapan DPR pada waktu seleksi pimpinan KPK beberapa waktu yang lalu. Mereka ingin KPK cepat dalam kasus-kasus korupsi. Bukankah seharusnya penindakan diperkuat," ujar Tama.

Kepolisian dan Kejaksaan Agung boleh saja unggul dalam kuantitas penanganan perkara korupsi. Namun, kualitas yang ditunjukkan tak seberapa dengan yang dilakukan KPK. Kepolisian dan Kejaksaan Agung dinilainya lebih mirip "macan ompong", berani tapi tak punya gigi. Bahkan, menurut Tama, dari tren korupsi akhir tahun 2011 yang disampaikan ICW, dari segi aktor, kasus-kasus yang ditangani oleh polisi dan jaksa sebagian besar hanya menyentuh pegawai negeri dengan level menengah ke bawah.

"Kita lihat kerja penindakan yang dilakukan oleh polisi dan jaksa. Secara jumlah (kuantitas) tentu polisi dan jaksa jauh diatas KPK. Tapi soal kualitas? Polisi dan kejaksaan tidak maksimal. Marak kasus korupsi yang di SP3 (diberhentikan). Kedua institusi tersebut masih belum menjangkau korupsi di wilayah kekuasaan yang sensitif," terang Tama.

Oleh karena itu, ia mengimbau KPK tak perlu menghiraukan usulan dari Komisi III DPR RI itu. Masyarakat kata dia, harus menolak pengurangan kekuatan KPK ini.

"Ini bentuk kompromistis politisi senayan yang pro koruptor. Publik semangat memberantas kok malah mau dilemahkan. Beban hal ini ada pada Presiden sekarang. Dia harus menolak dengan tegas. Itu jika presiden benar-benar ingin memimpin pemberantasan korupsi," kata Tama.

Seperti yang diketahui, Komisi III ingin merombak UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 dengan mengacu pada negara lain. Salah satunya dengan merombak fungsi penindakan KPK untuk dilimpahkan pada kejaksaan dan kepolisian. Ketua Komisi III, Benny K Harman menyebutkan, tugas pencegahan dan penindakan yang diberikan kepada KPK selama ini hanya menyandera KPK.

Menurut dia, KPK memang sukses menyeret banyak koruptor, tetapi bersamaan dengan itu korupsi merajalela. Hal inilah yang mendorong mereka untuk memangkas kewenangan KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Nasional
Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Nasional
Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Nasional
Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Nasional
Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Nasional
Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Nasional
Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Nasional
Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Nasional
PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

Nasional
Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Nasional
Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Nasional
Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Nasional
Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Nasional
Menaker: Pancasila Jadi Bintang Penuntun Indonesia di Era Globalisasi

Menaker: Pancasila Jadi Bintang Penuntun Indonesia di Era Globalisasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com