Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Subsidi BBM Harus Dikurangi secara Bertahap

Kompas.com - 02/02/2012, 08:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Penghapusan subsidi bahan bakar minyak mesti mempertimbangkan dampaknya terhadap kelancaran pasokan dan tingkat inflasi. Untuk itu, pengurangan subsidi dapat dilakukan secara bertahap dalam 30 bulan.

Menurut anggota Dewan Energi Nasional, Herman Darnel Ibrahim, Rabu (1/2/2012), di Jakarta, opsi solusi pembatasan BBM pada prinsipnya adalah tidak membatasi pemakaian BBM bersubsidi dengan penyediaan alat konversi BBM ke bahan bakar gas.

Prinsip penghapusan subsidi yang terpenting adalah dampaknya terhadap kelancaran pasok dan pada tingkat inflasi relatif kecil. ”Menurut perkiraan saya, opsi konversi BBM ke gas akan berakibat pasokan kurang lancar dan nyaman. Orang akan terpaksa beralih ke pertamax jika pembatasan pemakaian premium bersubsidi bagi mobil pelat hitam diterapkan,” ujarnya.

Padahal, penyediaan pertamax oleh PT Pertamina masih terbatas. ”Kalaupun impor, hal itu akan berdampak pada kesenjangan penyediaan dan akhirnya harga pertamax pun akan naik. Jika tidak hati-hati, itu bisa terjadi kekacauan di masyarakat,” katanya.

Untuk itu, ia mengusulkan agar subsidi BBM dikurangi secara bertahap dalam 30 bulan. Saat ini, subsidi BBM diperkirakan Rp 3.000 per liter dengan asumsi harga keekonomian sekitar Rp 7.500 per liter. Jadi, harga premium pertama bisa diplot dengan subsidi Rp 3.700, kemudian bulan berikutnya subsidi dikurangi jadi Rp 2.900 per liter. Dengan demikian, dalam 30 bulan, subsidi menjadi nol.

Jadi, subsidi premium dikurangi Rp 100 per liter setiap bulan sehingga dalam setahun penurunan besaran subsidi mencapai Rp 1.200 per liter. ”Mulai tahun 2012, subsidi sebaiknya dikurangi secara bertahap. Dampak pengurangan subsidi hampir sama dengan harga berfluktuasi. Jadi, subsidi bisa dihapus pertengahan tahun 2014,” ujarnya.

Keuntungan opsi pengurangan subsidi BBM secara bertahap adalah risiko ancaman keamanan dan kelancaran pasokannya kecil. Selain itu, dampak inflasi juga akan jauh lebih kecil, pelaksanaannya sederhana, mudah dan murah, risiko terjadi manipulasi penggunaan BBM bersubsidi relatif kecil, dan risiko kenaikan harga BBM akibat kelangkaan pasokan tidak ada.

Berdasarkan data harga bensin angka oktan 95 dunia tahun 2011, harga BBM yang lebih murah dari Indonesia adalah negara-negara produsen minyak di Timur Tengah dan Amerika Latin. Beberapa negara produsen minyak itu antara lain, Arab Saudi, Irak, Libya, Venezuela, dan Ekuador. ”Negara-negara itu umumnya penduduknya sedikit, produksinya jauh lebih besar dari konsumsi dalam negeri,” ujarnya.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Evita H Legowo sebelumnya menyatakan, pemerintah mendapat tugas dari Komisi VII DPR untuk mengkaji opsi pembatasan volume atau konsumsi BBM bersubsidi. Pihaknya juga ditugasi membuat kajian lebih mendalam dari konversi BBM ke gas. Opsi lain adalah mengkaji opsi kenaikan harga BBM bersubsidi Rp 500 sampai Rp 1.500 per liter.

”Pemerintah pada dasarnya tidak condong ke mana-mana. Kami bekerja berdasarkan undang undang, belum berani menggunakan apa karena belum ada kajiannya,” katanya. Kajian itu ditargetkan rampung akhir bulan ini dan akan dibahas lintas kementerian.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik menambahkan, berdasarkan Undang-Undang APBN 2012, pemerintah mempersiapkan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi. Rencananya, mulai 1 April, semua kendaraan dinas pemerintah, BUMN, serta BUMD di Jawa dan Bali diwajibkan tidak menggunakan premium. (EVY)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com