Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjara di Awan

Kompas.com - 16/01/2012, 07:09 WIB
Josie Susilo Hardianto

Penulis

TEMBAGAPURA, KOMPAS.com -- Akhir November 2011, saat berkunjung ke Tembagapura, kota di lembah dengan ketinggian sekitar 2.700 di atas permukaan laut itu sunyi. Pagi yang tak berkabut tidak juga membuatnya semarak.

Operasi tambang berhenti, bukan hanya karena sebagian pekerja tambang mogok sejak pertengahan September, tetapi penjarahan pipa bahan bakar di mil 20 hingga mil 31 yang merupakan nadi utama tambang itu membuat operasi berhenti.

Di terminal, tak jauh dari masjid Tembagapura, sekumpulan pekerja tengah menunggu. Itu hari ketiga mereka menunggu kabar kapan jalur darat yang menghubungkan Tembagapura-Timika dibuka kembali. Rentetan penembakan yang terjadi pada Oktober-November yang menewaskan beberapa pekerja itu membuat manajemen terpaksa menuntup jalur tersebut.

Menjelang siang, kepastian diperoleh, bahwa jalur belum aman. Apalagi pada siang itu, ada kabar, penembakan terjadi lagi di mil 51. Tak ada korban jiwa, tetapi cukup menambah tumpukan keresahan warga.

"Suami saya menganjurkan agar saya mulai saat ini sebaiknya menggunakan bus untuk bepergian entah ke pasar atau tempat lain di Tembagapura. Padahal saya suka sekali jalan kaki," tutur istri seorang pekerja asal Kanada.

Seperti ibu-ibu lainnya, ia pun harus bertarung melawan cemas. Mengaktifkan diri dengan berbagai kesibukan atau mencari hal-hal positif yang membuat dirinya merasa nyaman.

Sudah dua tahun, kasus penembakan itu terus terjadi. Seolah tidak ada kata akhir. "Ada polisi, ada TNI, tetapi mengapa tidak selesai?" kata seorang keluarga karyawan, Julia Gowi.

Ia mengatakan, dulu para istri karyawan dengan leluasa bepergian menggunakan bus ke Timika. Pulang pada malam hari dan menikmati makan malam di pinggir hutan. Namun, sejak penembakan kembali marak, semua itu tak lagi bisa dilakukan.

Mereka cemas, kasus-kasus penembakan yang terus terjadi tidak pernah terungkap dan penembak ditangkap. "Kami ini seolah telah divonis mati, seperti bertaruh hari ini siapa yang ditembak, lalu hari berikutnya siapa yang akan ditembak," kata Yan Laly, seorang karyawan PT Freeport Indonesia.

Misterius

Tentu wajar jika warga kemudian menuntut jaminan rasa aman. Namun tampaknya aparat keamanan, Polri maupun TNI, yang bertugas di wilayah operasi masih harus berjuang keras untuk mewujudkannya.

Sejak tahun 2009 hingga saat ini, polisi belum sepenuhnya dapat mengungkap siapa pelaku dan motif berbagai kasus penembakan di wilayah kerja PT Freeport Indonesia. Bukan hanya perkara kondisi geografis yang sulit, tetapi dari beberapa kasus penembakan tampak indikasi bahwa lawan yang dihadapi bukan sembarangan.

Setidaknya, penembak mampu menembak sasaran bergerak, seperti mobil yang sedang melaju. Bahkan tembakan itu dalam beberapa kasus seperti penembakan di mil 51 yang menewaskan seorang anggota keamanan PT Freeport mampu melumpuhkan atau mencederai pengemudi dan penumpangnya.

Tidak hanya itu, pada 17 Desember lalu sebuah helikopter milik Nyaman Air yang dikontrak PT Freeport Indonesia untuk mengangkut pekerja pun mereka hajar. Selain mengenai ruang penumpang, tembakan yang dilepaskan mengenai bagian bawah mesin, ekor, dan rotor. Padahal saat itu helikopter buatan rusia tersebut terbang pada ketinggian 600 kaki.

Namun, hingga saat ini pelaku penembakan itu belum terungkap. Dan saat rasa cemas, gelisah, dan takut warga kian menumpuk, meskipun polisi terus menyelidiki kasus-kasus itu.

Penjara

Mereka sebenarnya telah mengadukan hal itu ke wakil rakyat di Jakarta, namun hingga saat ini harapan mereka belum terwujud. "Rasa aman itu sudah hilang," kata seorang ibu.

Ia menuturkan, dulu Tembagapura disebut surga di awan, tak hanya indah karena hutan dan hawanya yang sejuk. Malam ketika cuaca cerah, bintang seperti diserakkan di langit. Dulu, tanpa rasa kawatir sedikitpun, ibu-ibu itu menikmati malam penuh bintang sambil menyantap makan malam mereka di tepi jalur penghubung Tembagapura-Timika itu.

Tetapi saat ini, mereka kerap menyebutnya sebagai penjara di awan. Satu-satunya jalur penghubung ke Timika tak lagi aman dilalui, bahkan waktu siang, saat petugas keamanan berjaga-jaga di pos mereka.

Tak mengherankan jika pada perayaan Natal dan Tahun Baru lalu, banyak di antara mereka memilih untuk bertemu dengan keluarga mereka di luar Papua. Dan saat dua karyawan PT Kuala Pelabuhan Indonesia dikabarkan tewas ditembak di mil 51, Senin (9/1/2012), keluarga para pekerja menjadi ragu untuk kembali lagi ke Tembagapura.

"Area kerja tidak masalah. Namun warga, terutama anggota keluarga dan anak-anak sekolah mulai resah," kata Wahyu, seorang pimpinan di areal operasi PT Freeport Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com