Manokwari, Kompas -
Hal itu tercetus dalam pertemuan tokoh adat dan mahasiswa suku Arfak di Manokwari, Papua Barat, Senin (9/1). Intinya, mereka menolak pelantikan jika tidak ada pengusutan hukum dugaan korupsi APBD Papua Barat tahun 2010 yang digunakan gubernur dan wakil terpilih untuk membiayai kegiatan kampanye.
Menurut laporan tim sukses Dominggus Mandacan-Origenes Nauw, beserta dua kandidat lainnya, petahana menggunakan uang negara lebih dari Rp 10 miliar. Diduga, ada proyek fiktif dalam APBD 2010, yang dananya digunakan untuk membiayai tim sukses pasangan petahana itu.
”Kami tidak menolak putusan final Mahkamah Konstitusi yang memenangkan hasil rekapitulasi KPU Papua Barat. Yang kami masalahkan, politik uang kandidat petahana yang terindikasi memakai uang negara untuk kampanye,” kata Daud Indow, tokoh suku Arfak yang juga anggota DPRD Manokwari.
Roda pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, terkait penyaluran anggaran daerah dan penyusunan peraturan daerah, terancam terganggu. Pasalnya, DPRD Kotawaringin Barat menolak Bupati dan Wakil Bupati Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto yang telah dilantik pekan lalu.
”Pembangunan dan pelayanan publik tentu terganggu,” ujar Ketua DPRD Kotawaringin Barat Subahagio, Senin. Masalah ini muncul ketika Menteri Dalam Negeri melantik Ujang dan Bambang sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringin Barat, pekan lalu. DPRD Kotawaringin Barat menolak pelantikan itu serta tidak mengakui Ujang dan Bambang sebagai kepala daerah.
Pelantikan itu dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang itu disebutkan, bupati dan wakil bupati harus dilantik dalam Rapat Paripurna DPRD.