Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AAL Tak Pernah Dipidana Hakim

Kompas.com - 07/01/2012, 01:48 WIB

Jakarta, Kompas - Putusan Pengadilan Negeri Palu, Sulawesi Tengah, dalam kasus AAL sebenarnya wajar karena hanya mengungkapkan fakta kejadian dan fakta hukum. Hakim tidak pernah menghukum AAL karena menyerahkannya kepada orangtuanya untuk mendapatkan pembinaan. Hakim tak pernah menyerahkan AAL ke negara atau memidananya.

Hakim Agung T Gayus Lumbuun, Jumat (6/1), menjelaskan, putusan hakim tunggal Rommel F Tampubolon dalam kasus dugaan pencurian sandal jepit dengan terdakwa AAL (15) bukan pemidanaan. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menyebutkan, anak yang dinyatakan bersalah bisa dihukum penjara, kurungan, denda, atau pengawasan. Anak bisa diserahkan pada negara atau organisasi sosial untuk dibina.

”Namun, yang diputuskan hakim adalah mengembalikan kepada orangtuanya,” kata Gayus. Hakim tidak dapat lepas dari fakta kejadian dan fakta hukum yang terungkap di persidangan.

Namun, Gayus juga menyesalkan kasus sandal jepit itu berlanjut ke pengadilan. Semestinya cukup diselesaikan di tingkat penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan oleh kepolisian ataupun kejaksaan dengan upaya damai. Polisi atau jaksa mempunyai hak diskresi untuk menghentikan perkara yang ditanganinya. Hakim tak bisa menolak perkara yang masuk ke pengadilan.

Gayus juga menjelaskan tentang barang bukti di persidangan, sandal yang berbeda dengan yang diduga diambil AAL, yang menjadi kontroversial. Hilangnya barang bukti, sandal Eiger nomor 43 milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap dari Polda Sulteng, tidak bisa membebaskan terdakwa dari kesalahan jika terdapat alat bukti, saksi yang melihat terdakwa melakukan tindak pidana atau petunjuk. Hal ini mirip dengan misalnya ketika seseorang didakwa membunuh, tetapi pisau yang dipakai hilang. Hal itu tidak serta-merta membebaskan terdakwa karena ada alat bukti, yakni kesaksian, keterangan ahli, petunjuk, dan dokumen yang meyakinkan hakim.

Secara terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution mengakui, kepolisian kadang-kadang menghadapi situasi dilematis dalam menangani kasus tindak pidana ringan atau tindak pidana dengan tersangka di bawah umur. Di satu sisi polisi harus menindaklanjuti setiap laporan masyarakat, di sisi lain memproses laporan dengan tersangka anak di bawah umur terkait dengan rasa keadilan masyarakat. ”Kecuali anak di bawah delapan tahun,” katanya. Dia menuturkan, pencurian tidak bergantung pada nilai kerugian.

Saud menambahkan, ada upaya pemerintah untuk mengesampingkan kasus anak di bawah umur di luar pengadilan sepanjang masing-masing pihak menginginkan.

Praktisi hukum Taufik Basari pun mendesak Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo untuk membuat kebijakan baru, perintah kepada bawahannya agar menggunakan diskresi saat menangani kasus ringan, seperti pencurian sandal jepit. Apalagi, tersangkanya masih di bawah umur atau berusia lanjut.

Minta maaf

Dari Palu, keluarga AAL mendesak Kepala Polri dan Kepala Polda Sulteng meminta maaf secara langsung dan terbuka kepada anaknya karena tuduhan pencurian sandal itu merugikan AAL secara psikologis dan mencoreng nama baiknya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com