Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alih Fungsi Lahan Terus Terjadi

Kompas.com - 04/01/2012, 02:47 WIB

Jakarta, Kompas - Kendati Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sudah dua tahun diberlakukan, alih fungsi lahan tak kunjung bisa diatasi. Pemerintah daerah enggan menjadikan lahan pertanian di wilayah mereka masuk dalam kawasan lahan pertanian yang harus dilindungi.

Rencana pemerintah pusat melakukan moratorium konversi lahan pertanian juga tidak berlanjut. Hingga Selasa (3/1), setiap tahun sekitar 100.000 hektar lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan non-pertanian.

Di sisi lain, produksi komoditas pangan nasional tahun 2011 mengalami penurunan. Sementara tingkat konsumsi komoditas pangan akan terus meningkat seiring dengan membaiknya perekonomian dan pendapatan masyarakat.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Gatot Irianto mengakui masih sulit menghentikan laju konversi lahan pertanian ke non-pertanian sekalipun sudah ada UU No 41/2009.

Sebagian besar pemda belum mau menetapkan lahan pertanian di wilayahnya untuk dimasukkan dalam kawasan lahan pertanian pangan yang harus dilindungi keberadaannya. Ini terjadi karena pemda masih menjadikan lahan pertanian sebagai sumber pendapatan daerah.

Dengan demikian, kalau lahan tersebut masuk dalam kawasan yang harus dilindungi dari ancaman alih fungsi, pemda tidak bisa lagi menarik manfaatnya. Misalnya saja dengan menjadikan lahan pertanian sebagai pusat perbelanjaan dan usaha komersial lain.

Pemda juga masih memandang penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan justru akan menjadi beban bagi keuangan daerah.

Gatot berharap semua pihak bisa bersama mencari jalan keluar untuk menghentikan laju konversi lahan yang semakin mengancam ketahanan pangan nasional.

Masalah wewenang

Pemerintah pusat juga tidak punya kewenangan lebih jauh karena kewenangan penetapan status lahan tersebut ada pada pemda.

Yang bisa dilakukan pemerintah pusat adalah menerbitkan peraturan pemerintah (PP), yang memberikan insentif bagi daerah yang mau menetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Sejauh ini, kata Gatot, ada tiga PP yang terkait dengan itu, yakni PP tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian, PP tentang Insentif dan Disinsentif Pertanian, dan PP tentang PP Penetapan Lahan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Berkelanjutan.

Pemerintah pusat juga masih memiliki kewenangan untuk memaksa daerah menetapkan status lahan, misalnya dengan memberikan insentif atau disinsentif bagi pemda yang mau menetapkan atau tidak.

Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengatakan, dalam mencapai surplus produksi beras 10 juta ton tahun 2014, peluang yang paling mungkin dilakukan adalah meningkatkan produktivitas. Ini lebih signifikan daripada pencetakan sawah.

Masih banyak instrumen yang bisa dimanfaatkan untuk mendorong peningkatan produktivitas. Kalau saja penyaluran bibit unggul dan pupuk lebih efektif, peningkatan produktivitas sangat terasa di lapangan. Belum lagi melalui optimalisasi tenaga penyuluh.

Bukan berarti ekstensifikasi terus tidak dikerjakan. Kementerian Pertanian sudah mengundang 34 bupati yang wilayahnya berpotensi dilakukan ekstensifikasi pertanian. BUMN pangan juga sanggup mencetak 100.000 hektar sawah pada tahun 2012. Kementerian Pertanian mencetak 100.000 hektar.

Meski begitu, harus disadari. Sekalipun cetak sawah bisa dilakukan tahun 2012, belum tentu potensi lahannya bisa secara optimal dimanfaatkan. Kesuburan lahan tidak bisa didapat secara instan.

Menteri Pertanian Suswono mengatakan, pihaknya sangat berharap pemda segera menerbitkan peraturan daerah soal rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang memasukkan lahan pertanian dalam kawasan yang harus dilindungi. (MAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com