Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menunggu Persidangan "Sandal Jepit"

Kompas.com - 03/01/2012, 16:51 WIB
Reny Sri Ayu

Penulis

KOMPAS.com- Kasus sidang sandal jepit menjadi isu paling ramai dibicarakan di Kota Palu bahkan juga Indonesia, di akhir tahun 2011. Hingga 31 Desember lalu, aksi solidaritas yang dilakukan berbagai lembaga swadaya masyarakat, komunitas, hingga seniman dan Pegawai Negeri Sipil, terus berlangsung.

Aksinya, tak jauh dari pengumpulan sandal jepit, uang pembeli sandal, hingga mengantar langsung sandal yang telah dikumpulkan ke Markas Polda Sulawesi Tengah.

Kasus ini memang menjadi perhatian, perbincangan sekaligus kecaman, karena melibatkan perseteruan anggota Brimob Polda Sulteng Briptu Ahmad Rusdi Harahap dengan AAL (15) seorang siswa SMK Negeri 3 Kota Palu.

Briptu Rusdi menuduh AAL mencuri sandal miliknya. Tak puas menuduh, anggota polisi ini bahkan melaporkan AAL ke polisi. Celakanya, pihak Kejaksaan Negeri Palu merespon kasus -yang sesungguhnya bisa didamaikan dengan nasehat dan pembinaan- ini dengan melimpahkan kasusnya ke pengadilan.

Di Pengadilan Negeri Palu, inilah kasus pertama yang pernah disidangkan dengan judul sandal jepit. Dalam sidang perdana, Selasa (20/12) lalu, sandal jepit butut berwarna putih kusam merek Ando, ditempatkan di meja hakim sebagai barang bukti.

Sidang ini dipimpin Hakim Tunggal Rommel F Tampubolon dengan jaksa penuntut umum Naseh. Setidaknya ada 15 pengacara yang mendam pingi AAL, diantaranya Syahrir Zakaria, Elvis DJ Katuwu, Johannes Budiman Napat.

Untuk PN Palu, inilah sidang pertama dengan kasus sandal jepit. Jaksa mendakwa AAL dengan Pasal 362 KUHP dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. Rencananya, sidang kedua akan digelar Rabu (4/1/3012) besok dengan materi sidang pemeriksaan saksi-saksi.

Aksi solidaritas misalnya, dilakukan kelompok seniman Kota Palu dipimpin Endeng Mursalim pada Sabtu (31/12). Sebelumnya pada Jumat, Ruslan Sangaji, salah seorang warga Kota Palu, melakukan aksi berjalan kaki dari Kantor Gubernur Sulawesi Tengah menuju Kejaksaan Tinggi Sulteng, Polda Sulteng, hingga ke Jalan Setiabudi sembari menggantung sandal di tubuhnya, sebagai bentuk keprihatinan.

Aksi solidaritas juga dilakukan Lembaga Perlindungan Anak Sulteng dengan mengumpulkan 100 sandal. Sofyan Farid Lembah, Ketua LPA Sulteng, mengatakan, aksi pengumpulan 100 sandal ini adalah bentuk keprihatinan sekaligus kekecewaan pada aparat penegak hukum yang menyeret anak dibawah umur ke pengadilan.

"Hanya karena sepasang sandal jepit butut yang diakui milik polisi, lalu seorang anak dibawah umur harus diadili. Ini sangat tidak adil dan tidak manusiawi. Tidak seharusnya kasus kecil seperti ini yang melibatkan anak dibawah umur, masuk sampai pengadilan,"kata Sofyan.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com