”Mebel dan patung ukir Jepara diminati konsumen di luar negeri karena dinilai masih asli menggunakan sentuhan tangan tanpa bantuan teknologi mesin yang diproduksi secara massal seperti di China. Kekhasan ini yang jadi keunggulan,” kata Ketua Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Komisariat Daerah Jepara Akhmad Fauzi, Selasa (20/12), di Jepara.
Fauzi mengatakan, ekspor yang menggeliat ini dimulai tahun 2008. Saat itu nilainya 102,1 juta dollar AS dengan tujuan 111 negara. Setahun berikutnya, nilai ekspor turun menjadi 93,52 juta dollar AS dan negara tujuan juga hanya 106 negara. Namun, tahun 2010, ekspor mebel mencapai 122 juta dollar AS. Bahkan, pada semester I tahun 2011 senilai 67 juta dollar AS atau lebih besar dibanding periode yang sama tahun 2010 sebesar 62,6 juta dollar AS. Tujuan ekspor selama dua tahun ini adalah 104 negara.
Fauzi menjelaskan, tren mebel yang diminati di Eropa dan Asia pascakrisis ekonomi global adalah berukir minimalis, bernuansa kontemporer dan klasik, dan patung ukir tiga dimensi. Hasil kerja mebel seperti itu mengandalkan sentuhan tangan. ”Ini sudah jadi rutinitas para perajin di Jepara,” katanya.
Terkait bahan baku, menurut Fauzi, kayu yang dibutuhkan antara lain jati, mahoni, dan karet. Kayu-kayu tersebut tersebar di wilayah Jepara, Blora, dan Rembang. Volume kebutuhan kayu bagi industri mebel dan patung ukir berkisar 300.000-500.000 meter kubik per tahun, tapi yang dipenuhi Perhutani 380.000 meter kubik per tahun. Sisanya diambil dari hutan kayu rakyat. Khusus untuk ekspor, semua mebel terbuat dari kayu jati.
Selama 2011, produk ukir Jepara juga diperkuat dengan logo indikasi geografis. Indikasi geografis menunjuk pada sertifikat hak kekayaan intelektual produk barang atau jasa dari sebuah negara atau daerah terkait faktor alam, manusia, dan daerah asal.
Dia mengakui, belakangan ini produk ukir Jepara harus bersaing ketat dengan produk sejenis dari negara lain di Asia. Malaysia, Filipina, dan India gencar mengembangkan ukiran tangan. Begitu juga dengan China yang memproduksi secara massal ukiran dengan teknologi digital.
Meskipun begitu, Jepara masih unggul karena telah memiliki indikasi geografis dan talenta ukir tangan, terutama teknik ukir tiga dimensi. ”Selain itu, pembeli dari Eropa juga telah mengenal karakteristik mebel dan patung ukir Jepara,” ungkapnya. Saat ini juga tengah dikembangkan pasar nasional wilayah Timur, yaitu Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Kadis Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jepara Edy Sujatmiko mengemukakan, Pemkab Jepara terus berupaya mempromosikan mebel dan ukiran ke pasar lokal, nasional, dan luar negeri. Tiap tahun, dana sebesar Rp 1 miliar dikucurkan dari APBD Kabupaten Jepara untuk kegiatan pengembangan industri mebel dan ukiran.
”Dana sekitar Rp 900 juta di antaranya digunakan untuk misi dagang dalam dan luar negeri, misalnya mengikuti pameran International Furniture and Craft Fair Indonesia,” kata Edy.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.