Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lirikan Investor Mengguncang Aset Daerah

Kompas.com - 16/12/2011, 02:08 WIB

Kebun Binatang Surabaya, satu dari banyak aset Pemerintah Kota Surabaya, tidak pernah sepi dari incaran pemilik modal. Lokasi strategis dengan luas sekitar 15 hektar itu cocok disulap untuk kawasan perdagangan, perkantoran, apartemen, dan hotel.

Misi investor untuk bisa menguasai tempat wisata utama bagi warga Surabaya itu dilakukan dengan berbagai taktik, termasuk mengorbankan hewan koleksi Kebun Binatang Surabaya (KBS) hingga merana, bahkan mati. Tak tanggung-tanggung, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan bahkan mencabut izin Lembaga Konservasi KBS mulai Agustus 2010.

Pencabutan izin dilakukan karena berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pengelolaan, KBS tidak memenuhi standar pengelolaan sesuai peraturan perundang-undangan, baik dari segi etika maupun kesejahteraan satwa. Akibatnya, banyak satwa liar yang mati tidak dilaporkan dan tidak dipertanggungjawabkan. Selanjutnya, pengelolaan KBS diserahkan kepada Tim Pengelola Sementara (TPS).

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memilih mengundurkan diri dari TPS sebagai penolakan atas turunnya SK Menteri Kehutanan Nomor SK.281/Menhut-IV/2001 pada 18 Agustus 2011 tentang TPS KBS. Padahal, tanah yang dimanfaatkan KBS adalah aset Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, dengan bukti kepemilikan sertifikat hak pakai Nomor 2 dan 3 Tahun 2001 seluas masing-masing 55.700 dan 97.860 meter persegi. Dengan demikian, TPS tidak bisa mencari investor sendiri, tetapi harus melalui mekanisme lelang.

Hingga kini, keinginan Pemkot Surabaya untuk mengelola asetnya masih terganjal izin dari Kementerian Kehutanan. Sementara itu, hingga awal Desember 2011 sudah 15 ekor satwa koleksi KBS mati, antara lain, akibat kandang yang tidak sehat.

Pemkot Surabaya kini memperjuangkan kembalinya aset mereka yang dikuasai pengelola Yayasan Kas Pembangunan yang membangun kompleks perumahan di Surabaya.

Hutan kota terancam

Nasib serupa juga menimpa Babakan Siliwangi, hutan kota seluas 3,8 hektar di jantung Kota Bandung. Kawasan hijau ini diapit Kebun Binatang Bandung dan Sasana Budaya Ganesha.

Dialiri Sungai Cikapundung, kawasan ini relatif masih terjaga di tengah maraknya alih fungsi kawasan. Namun, kondisi tersebut dikhawatirkan bakal terganti dengan penandatanganan kontrak pengelolaan antara Pemkot Bandung dan PT Esa Gemilang Indah (EGI) pada 2007 untuk pengelolaan selama 20 tahun alias hingga 2027.

PT EGI dan Pemkot Bandung sepakat membangun kembali restoran masakan Sunda di lokasi bangunan lama yang pernah berdiri. Pihak ketiga ataupun pemkot berjanji lahan yang terpakai hanya 2.000 meter persegi untuk bangunan dan 5.000 meter untuk tempat parkir. Namun, dalam kontrak tersebut disebutkan bahwa PT EGI juga berwenang untuk mengelola sisa kawasan meski dikatakan oleh direkturnya, Iwan Soenaryo, tidak akan ada perubahan fungsi dari hutan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com