CIREBON, KOMPAS -
Sukari (40), petani bawang merah di Desa Gebang Ilir, Kecamatan Gebang, Selasa (22/11), mengaku, merugi Rp 20 juta pada panen kali ini. Dari 0,5 hektar lahan sewa yang dikelolanya, hanya dipanen 5 ton bawang merah. Dengan harga Rp 3.000 per kg, berarti ia mendapatkan Rp 15 juta. Padahal, biaya produksinya mencapai Rp 35 juta.
”Panen kali ini hancur. Cuaca buruk membuat kualitas bawang jelek. Umbi bawangnya kecil-kecil, mudah rontok, dan busuk,” kata Sukari.
Cuaca terlalu panas dan kurangnya air membuat umbi bawang merah sulit bertumbuh dengan baik. Serangan hama ulat daun membuat sebagian bibit juga tidak tumbuh maksimal.
”Di pasar, bawang merah kami juga bersaing dengan bawang dari India dan Filipina. Kondisi seperti ini, petani sulit menjual bawangnya, sehingga harga anjlok,” kata Sukari yang menyewa lahan Rp 10 juta per tahun.
Marno (50), petani lainnya di Desa Ender, Kecamatan Pangenan, mengaku maraknya bawang merah impor membuat panennya dihargai murah. Bawang merah impor datang dari India, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Menurut Ketua Umum Umbi-umbian Indonesia Agusman Kastoyo, setiap tahun bawang merah yang diimpor kurang lebih 450.000 ton. Jumlah itu mencapai sekitar 30 persen dari total kebutuhan nasional yakni 1,5 juta ton per tahun.