Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

80 Persen Atap Keraton Rusak Parah

Kompas.com - 19/11/2011, 06:13 WIB

Solo, Kompas - Sebagian besar atap bangunan Keraton Surakarta kini dalam kondisi rusak berat, sementara keraton kesulitan dana untuk memperbaikinya. Bagian atap yang rusak misalnya, atap di Pendopo Ageng Sasono Sewoko. Bagian atap yang datar pendopo itu sudah tidak bisa lagi dipijak.

Kerusakan atap juga terjadi di bagian lain keraton, yakni di kawasan Sri Manganti Kidul, di mana bagian atap yang lapuk harus disangga oleh bambu-bambu.

Pangageng Sasono Wilopo Keraton Surakarta GKR Wandansari mengungkapkan, Jumat (18/11), hampir 80 persen atap di keraton dalam kondisi rusak berat. Untuk merevitalisasi keraton, dia memperkirakan butuh dana Rp 10 miliar-Rp 15 miliar.

”Sebagian atap sirap kami tutupi seng. Di dalam pendopo, kalau hujan, orang harus pakai payung karena bocornya parah sekali. Talang juga banyak yang jebol. Instalasi listrik ikut terganggu sehingga di beberapa ruang, kami tidak berani menyalakan listrik khawatir terjadi korsleting,” ujarnya.

Wandansari yang dikenal dengan nama GRAy Koes Moertiyah, menyatakan, sejak keraton dibangun kembali pada 1987 akibat terbakar, hingga kini belum pernah ada renovasi menyeluruh.

Pada era otonomi daerah, Keraton Surakarta mendapat bantuan dana dari APBD Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 1,176 miliar per tahun. Dari jumlah itu, sebesar Rp 900 juta digunakan untuk menggaji ribuan abdi dalem. Sisanya untuk membiayai beberapa upacara adat, seperti Garebeg Syawal, Garebeg Besar, Garebeg Mulud, dan peringatan Malam 1 Sura.

Selain dari pemrov, keraton juga mendapat alokasi anggaran dana dari Pemerintah Kota Solo sebesar Rp 300 juta per tahun. Dana itu untuk membayar listrik dan menambah pembiayaan penyelenggaraan upacara adat.

Namun, untuk tahun anggaran 2011 pihak Keraton tidak bisa mencairkan karena anggaran 2010 belum dipertanggungjawabkan pihak keraton.

Menurut pejabat humas Keraton Surakarta, KP Winarnokusumo, pihaknya tidak mau membuat pertanggungjawaban atas anggaran 2010, karena merasa tidak menggunakan dana tersebut. Dana itu dicairkan orang yang selama ini tidak dipercayakan mengambil dana tersebut.

Menghadapi kondisi tersebut, Koes Moertiyah mendesak pemerintah segera turun tangan karena Keraton Surakarta bukan hanya milik dinasti, tetapi juga milik bangsa Indonesia. (eki)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com