Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Protokol Manajemen Krisis Harus Didukung

Kompas.com - 15/11/2011, 14:09 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI, Harry Azhar Azis, mengatakan bahwa instrumen Protokol Manajemen Krisis (CMP) harus mendapatkan dukungan untuk bisa berhasil. Dukungan tersebut, salah satunya dari manajemen inflasi dengan meninjau kembali kebijakan devisa bebas dan impor oleh Bank Indonesia dan pemerintah.

"Sistem devisa bebas dengan nilai tukar mengambang (floating exchange rate) juga harus dikaji kembali efektivitasnya dalam mendukung iklim investasi dan menjaga kestabilan inflasi dalam negeri, karena sistem tersebut sangat rawan terhadap shock eksternal," ungkap Harry dalam seminar "Dampak ketidakpastian ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia," di Jakarta, Selasa (15/11/2011).

Mengenai impor, ia menilai ada kebijakan pemerintah yang salah. Ini dilihatnya dari tidak berkembangnya industri dalam negeri. Jika tidak dibenarkan, maka upaya pembangunan oleh pemerintah melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), hanya sekedar harapan akan pesatnya pembangunan.

Ia pun menyebutkan, baik MP3EI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus bisa menjadi pendukung dari keberadaan CMP. "Dengan adanya CMP dan dukungan OJK, diharapkan kasus Century tidak terjadi lagi di balik alasan krisis," ungkap dia.

Tidak hanya itu saja, Harry juga meminta BI memberikan dukungan finansial. Bahkan, dukungan ini disebutnya sangat menentukan kesiapan Indonesia dalam mengantisipasi krisis global.

Ia menilai, terganggunya keseimbangan neraca BI belakang ini tidak lain karena terdepresiasinya nilai tukar rupiah secara terus menerus. Untuk itu, jelas dia, perlu solusi yang tepat. Supaya beban keuangan negara tidak terlalu berat yang bisa berakibat pada defisit yang membesar. "Dan, menyebabkan pelemahan investasi pemerintah dalam bidang infrastruktur yang berpotensi menciptakan crowding out," tuturnya.

Dukungan pun diharapkan anggota dari fraksi Golkar ini, tidak hanya sebatas pada lingkup moneter semata. Dukungan pemerintah dan BI terhadap sektor riil, menurut dia, juga harus berorientasi ke dalam negeri. Ini karena, konsumsi domestik yang tinggi tidak berbanding lurus dengan produksi dalam negeri. Hal itu bisa terjadi karena lemahnya akses industri domestik terhadap perbankan.

Menurut dia, penurunan suku bunga acuan BI tidak langsung menurunkan suku bunga kredit. "Penurunan suku bunga acuan BI tidak serta merta menurunkan suku bunga kredit perbankan, akibat target marjin dan imbal hasil yang harus diberikan investor melalui IPO (Initial Public Offering)," sebut Harry.

"Peningkatan koordinasi antara pemerintah dan BI adalah suatu keharusan untuk menuju Indonesia yang mandiri dan berdaya saing," harap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com