Probolinggo, Kompas
”Untuk kasus Leces, saya meminta manajemen fokus menangani dua jenis usaha saja, yaitu memproduksi tisu MG untuk diekspor ke Amerika Serikat dan kertas keamanan untuk dokumen berharga. Dua jenis ini yang paling mungkin digarap agar bisa bertahan,” kata Menteri BUMN Dahlan Iskan, Minggu (6/11), di Probolinggo.
Pabrik kertas tersebut sejak Juni 2010 berhenti produksi akibat tidak memiliki bahan bakar karena terbelit beragam persoalan keuangan. Pada Oktober, manajemen bahan telat membayar gaji 1.886 karyawan.
”Kondisi perusahaan tidak bisa menggaji karyawan, artinya sudah parah, jadi perlu terobosan agar Leces kembali kompetitif,” katanya.
Apalagi, Leces pernah mengekspor tisu MG ke AS sebanyak 4.000 ton, dengan nilai Rp 55 miliar. Volume ini diharapkan bisa meningkat hingga 7.000 ton. Sementara itu, produksi kertas keamanan untuk sejumlah keperluan dalam negeri, seperti rapor siswa di sekolah, surat nikah, dan kertas berharga lain.
Padahal, selama ini, Leces memproduksi beragam jenis kertas. Manajemen juga ingin membangun pabrik gula baru di kawasan pabrik kertas itu.
”Soal pabrik gula, saya izinkan lahan pabrik dipakai dan ditangaini pihak yang ahli di bidang gula. Jangan ditangani perusahaan ini karena hasilnya pasti tidak akan maksimal. Biarkan Leces fokus pada dua produk kertas agar kembali pulih,” kata Dahlan.
Direktur Utama Keuangan PT Leces Zainal Arifin mengatakan, Leces berhenti berproduksi sejak Juni 2010 karena pasokan gas dari Perusahaan Gas Negara sebagai bahan bakar produksi turun.
PGN menawarkan memberi jatah 20 persen gas, padahal dengan volume terbatas, biaya operasional pabrik justru lebih mahal sehingga diputuskan sementara tidak berproduksi.
Manajemen Leces berupaya menyelesaikan boiler bahan bakar batubara yang dibangun sejak 2009. Namun, boiler yang direncanakan selesai Desember 2010 hingga kini belum tuntas sehingga pabrik belum bisa produksi.
Meski tidak produksi, Leces tetap mengeluarkan uang Rp 7 miliar per bulan untuk gaji pegawai dan biaya perawatan mesin. Total biaya yang harus ditanggung sejak tidak berproduksi hingga kini mencapai Rp 82 miliar.
”Kami ingin urusan kebutuhan dana segera beres, dan tahun 2012 ketika boiler batubara selesai dibangun, Leces bisa kembali beroperasi,” kata Zainal.(DIA)
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.