Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Data Populasi Harimau Sumatera Akan Diumumkan

Kompas.com - 31/10/2011, 21:19 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - Sembilan lembaga yang melakukan survei pola distribusi harimau Sumatera (Panthera tigris Sumatrae) segera memublikasikan hasilnya. Data yang ditemukan akan menjadi literatur terbaru tentang perkirakaan populasi harimau di Pulau Sumatera.

"Tim akan merilis hasil penelitian ini pada pekan kedua November 2011 dan akan menjadi literatur terbaru tentang data populasi Harimau Sumatra," kata Ketua Forum HarimauKita Hariyo Tabah Wibisono di Bengkulu, Senin (31/10/2011).

Ia mengatakan, data yang menyebutkan populasi harimau Sumatera sebanyak 400 ekor adalah hasil penelitian Tilson pada 1992 yang melakukan survei di lima taman nasional dan dua kawasan hutan lindung. Lima kawasan taman nasional dan dua kawasan lindung atau hanya 16 persen dari total luas habitat Harimau Sumatra, menurutnya tidak dapat dijadikan rujukan untuk menyimpulkan populasi satwa terancam punah itu.

Namun, survei serentak pada 2007 hingga 2009 oleh sembilan lembaga di 38 petakan yang mewakili 60 persen habitat harimau di Pulau Sumatra akan menghasilkan data baru tentang populasi satwa dilindung itu dan akan dirilis dalam jurnal ilmiah internasional. Sembilan lembaga yakni Wildlife Conservation Society (WCS), World Wildlife Fund (WWF), Flora and Fauna International (FFI), Zoological Society of London (ZSL), Yayasan Badak, Yayasan Leuser, Yayasan Pelestari dan Konservasi Harimau Sumatra (PKHS), Kent University, dan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan.

"Bentang alam yang disurvei secara menyeluruh seluas 140 ribu kilometer persegi, meliputi semua habitat utama di Pulau Sumatera, mulai dari Leuser hingga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan," tambahnya.

Hasil penelitian dengan menggunakan metode jejak sebagai tanda keberadaan harimau itu akan menjadi literatur baru dalam berbagai versi populasi harimau Sumatera. Selain metode jejak, tim yang melakukan survei juga meneliti urin dan cakaran harimau di 27 bentang alam yang disurvei, setelah sebelumnya mendapat foto dari hasil kamera trap.

"Khusus di 27 petakan memang sudah dilakukan survei awal seperti foto hasil kamera trap, jejak, adanya konflik, juga dari informasi masyarakat sekitar hutan," ujarnya.

Hariyo mengatakan habitat harimau Sumatra terbagi dalam dua wilayah yakni kawasan inti dan kawasan bentang alam. Penelitian di kawasan inti kata dia dengan memasang kamera trap bertujuan mendeteksi perubahan dinamika populasi. Survei ini, kata dia, idealnya dilakukan setiap tiga tahun, sebab harimau membutuhkan waktu antara dua hingga tiga tahun dalam sistim reproduksi hingga mandiri.

"Sedangkan metode jejak untuk mengetahui sebaran harimau sebaiknya diulang setiap lima tahun sehingga data tetap relevan," tambahnya.

Ia mengatakan, secara umum survei tersebut juga meneliti faktor-faktor utama yang mempengaruhi pola sebaran harimau sehingga menjadi panduan dalam penanganan ancaman terhadap habitat harimau yang sebagian besar terganggu akibat perambahan. Perubahan fungsi hutan, baik secara legal maupun ilegal menurutnya menjadi ancaman utama terhadap eksistensi harimau Sumatera.

"Fragmentasi kawasan membuat habitatnya terganggu dan konflik semakin tinggi, ancaman perburuan juga semakin meningkat. Kami juga akan membuat rekomendasi tentang langkah-langkah penanganan dalam penyelamatan harimau Sumatera," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com