Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dayak Iban, Tak Segan Berubah

Kompas.com - 08/10/2011, 05:27 WIB

Oleh A Handoko

Raymundus Remang (38), Kepala Desa Batu Lintang, dan keluarganya berjalan meninggalkan rumah-rumah betang dengan memanggul tonggak kayu. Mereka bersiap-siap menugal, menanam bulir-bulir padi di lahan yang baru saja dibakar. 

Aktivitas seperti itu lazim dilakoni oleh masyarakat subsuku Dayak Iban, setiap pengujung musim kemarau. Pekan sebelumnya, Remang dan 25 keluarga Iban—yang bersama-sama menghuni rumah betang Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat—selesai membuka lahan.

Menyongsong musim hujan, mereka membuka lahan dengan cara membakar semak belukar. Agar api tidak merembet liar ke mana-mana, mereka melokalisasi kobaran api dengan cara menumbangkan pohon-pohon di batas lahan. Alat-alat pemadam juga sudah disiagakan, termasuk semprotan air yang terbuat dari pohon bambu.

”Itulah tradisi yang diajarkan nenek moyang kami. Kegiatan berladang tidak menyebabkan kebakaran di luar lahan yang hendak diolah,” kata Remang.

Iban adalah satu dari 186 subsuku Dayak di Kalimantan Barat. Pada masa lalu, mereka sangat disegani karena keberanian para lelakinya menghadapi musuh. Setelah era perang antarsuku berakhir, Iban terus bergerak mengikuti perubahan.

Remang menuturkan, bertani dengan cara berpindah-pindah sudah memasuki senja kala bagi komunitas Iban. Dalam 3-4 tahun belakangan ini, ladang yang sudah dibuka tak lagi ditinggalkan dan dibiarkan menjadi hutan lagi. ”Itu dulu! Sekarang warga kami sudah mulai mengenal budidaya karet secara intensif,” kata Remang.

Masyarakat Iban sejak tahun 1960-an sudah hidup sebagai penyadap karet yang tumbuh liar di hutan. Namun, belakangan mereka bergeser menjadi pembudidaya karet di lahan yang diolah. Interaksi sosial dengan komunitas masyarakat lain yang kian mudah membuat masyarakat Iban paham bahwa mengelola karet secara intensif lebih menjanjikan ketimbang menyadap karet yang tumbuh liar.

Dengan menyadap karet di hutan, mereka hanya bisa mendapat getah 5 kilogram per hari. Bandingkan dengan hasil yang didapat dari kebun (budidaya) yang mencapai 20 kilogram per hari per hektar. Harga karet paling rendah adalah Rp 18.000 per kilogram.

Perubahan sosial pada masyarakat Iban boleh dibilang baru. Ini tak lepas dari terlambatnya infrastruktur pendidikan dan jalan raya masuk ke lokasi komunitas Dayak Iban berdiam di wilayah utara Kalimantan Barat dan area perbatasan dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia.

Elye Kote (60), perintis sekolah di Sungai Utik, mengatakan, masyarakat Iban baru mengenal pendidikan formal pada tahun 1974 saat pertama kali didirikan sekolah melalui instruksi presiden. Masyarakat Iban lebih mengenal sekolah itu dengan sebutan sekolah kulit kayu dibandingkan dengan sekolah inpres karena dinding dan lantainya berasal dari kulit kayu.

”Tahun 1965 saya mulai ditugaskan ke Sungai Utik, tetapi belum ada sekolah. Sekolah baru dibangun tahun 1974,” kata Kote. Infrastruktur jalan baru mulai menembus wilayah Embaloh Hulu tahun 1992. Dua hal ini yang menyebabkan perubahan sosial masyarakat Iban berlangsung agak lamban. Demikian juga peran mereka dalam bidang sosial-politik di Kabupaten Kapuas Hulu dan Provinsi Kalimantan Barat.

Wakil Bupati Kapuas Hulu Agus Mulyana yang berasal dari Dayak Iban di Kecamatan Batang Lupar, Kapuas Hulu, mengatakan, jalan dari Putussibau, ibu kota Kapuas Hulu, ke Nanga Badau yang berbatasan dengan Sarawak baru bisa dilalui mobil tanpa hambatan pada 2011. Jalan itu melintasi wilayah masyarakat Iban yang berada di Kecamatan Embaloh Hulu, Batang Lupar, dan Benua Martinus.

”Sebelum ada jalan itu, moda transportasi yang bisa diandalkan adalah sungai, dipadu jalan kaki. Saya termasuk generasi yang masih merasakannya,” kata Agus.

Tangguh

Dayak Iban dikenal tangguh semasa perang antarsuku yang juga dikenal dengan masa pengayauan. Mengayau secara harfiah diartikan dengan memenggal kepala musuh pada masa perang antarsuku. Perang dengan perilaku itu kemudian oleh semua subsuku Dayak yang mendiami Pulau Borneo (sekarang masuk negara Indonesia, Malaysia, dan Brunei) dihentikan tahun 1894 melalui Perjanjian Damai Tumbang Anoi dalam rapat akbar di Tumbang Anoi, Kalimantan Tengah.

Dalam buku Mozaik Dayak, Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat (terbitan Institut Dayakologi, 2008) disebutkan, orang Iban—juga dikenal dengan orang Batang Rejang atau Majang— adalah suku yang piawai dalam perang. ”Tak sedikit wilayah yang ditaklukkan dan dikuasai laksana ’agresor’,” tulis Sujarni Alloy, Albertus, dan Chatarina Pancer Istiyani, peneliti Institut Dayakologi, dalam buku itu.

Kendati begitu, masyarakat Iban dikenal memiliki sifat baik. Semasa perang konfrontasi Indonesia-Malaysia (1962-1965) dan penumpasan PGRS/Paraku (1967) mereka banyak membantu Tentara Nasional Indonesia menunjukkan tempat persembunyian musuh di perbatasan.

Meski mengikuti perubahan zaman dalam beberapa hal, sebagian masyarakat Iban di Kapuas Hulu masih mempertahankan tradisi hidup komunal di rumah betang dan menjaga hutan adat mereka. Tuai (kepala) rumah betang Sungai Utik, Bandi, mengatakan, hidup komunal di rumah betang tetap dipertahankan untuk memupuk solidaritas dan gotong-royong.

”Soal hutan, kami tidak bisa ditawar. Hutan adalah sumber kehidupan. Di sini tidak pernah ada cerita kekurangan air dan kekurangan pangan,” katanya.

Bandi mengungkapkan, sejumlah perusahaan hak pengusahaan hutan dan perkebunan kelapa sawit serta perusahaan pertambangan mencoba merayu masyarakat adat untuk menyerahkan hutannya. Namun, mereka tetap bergeming.

Camat Embaloh Hulu, Hermanus, mengatakan, masyarakat Iban di Embaloh Hulu bersama para kepala desa membuat kesepakatan untuk menolak masuknya perkebunan kelapa sawit dan eksploitasi hutan adat.

Itulah yang membuat Iban tetap disegani di tengah perubahan zaman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang Online dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang Online dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com