Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Kapal Tak Layak Beroperasi

Kompas.com - 01/10/2011, 04:21 WIB

Jakarta, Kompas - Banyak kapal di Indonesia dalam kondisi tidak layak beroperasi. Kapal yang digunakan telah tua dan umumnya kapal bekas yang dibeli dari negara lain. Kapal nelayan digunakan untuk kapal penumpang. Alat dan prosedur keselamatan juga banyak dilupakan.

Laporan Kompas dari Bajoe (Sulawesi Selatan), Banjarmasin (Kalimantan Selatan), dan Probolinggo (Jawa Timur), Jumat (30/9), menyebutkan hal itu.

Syahbandar Pelabuhan Bajoe, Kabupaten Bone, Andi Abbas mengatakan, kondisi delapan kapal motor penumpang yang melayani rute Bajoe-Kolaka (Sulawesi Tenggara) perlu dievaluasi. Kapasitas kapal yang umumnya 1.000 gros ton kurang memadai digunakan melayani rute berjarak 138,3 kilometer dengan waktu tempuh 9-11 jam.

”Semestinya kapasitas kapal yang melayani rute Bajoe-Kolaka minimal 1.500 gros ton agar lebih kokoh mengarungi Teluk Bone,” ungkap Abbas. Apalagi, kapal yang beroperasi di Bajoe rata-rata buatan tahun 1970-an dan kapal bekas dari Jepang dan Jerman. Kapal Motor Penumpang (KMP) Merak, salah satu kapal di Bajoe, bahkan tercatat buatan tahun 1967.

Menurut Abbas, pihaknya berinisiatif mengurangi jumlah muatan di kapal, khususnya kendaraan roda empat atau lebih. Setiap kapal kini hanya diizinkan mengangkut 28 kendaraan roda empat atau lebih. Jumlah tersebut berkurang empat kendaraan dari kapasitas maksimal. Adapun jumlah penumpang dan sepeda motor tetap diperbolehkan sesuai dengan kapasitas, yakni 360 orang dan 10 sepeda motor.

Dari Banjarmasin dilaporkan, umur kapal yang melayani penumpang sudah tua.

Beberapa sopir truk yang juga penumpang Kapal Motor Marina Nusantara, yang terbakar Senin pagi, yang ditemui di Rumah Sakit Dr R Soeharsono, Banjarmasin, mengaku telah bertahun-tahun memanfaatkan jasa penyeberangan sehingga cukup paham dengan kondisi kapal yang ada.

”Kapal yang melayani rute Surabaya-Banjarmasin setidaknya ada empat dan kondisinya hampir sama, yakni buatan tahun 1980-an. Tidak ada kapal baru. Karena kondisinya sudah lama, ada bagian yang tidak sebaik ketika masih baru,” ujar Edo Kurniawan, sopir asal Lamongan, Jawa Timur.

Ia mencontohkan salah satu bagian yang bermasalah adalah pintu lambung, ada bagian yang tidak rata. Dengan demikian, saat masuk bagian bawah, truk sering tersangkut. Begitu pula mesin kapal memprihatinkan karena ada kapal yang pernah mogok saat berada di laut.

Menurut Edo, yang sudah empat tahun memanfaatkan jasa penyeberangan dengan frekuensi tiga kali dalam sepekan, selain kapal yang tua, anak buah kapal juga kurang sigap saat terjadi peristiwa darurat. Peranti keselamatan berupa pelampung dan sekoci tak pernah disosialisasikan. Hanya penumpang yang jeli yang bisa memahami keberadaan dan cara menggunakannya.

Dari Probolinggo dilaporkan, perahu angkutan penumpang Probolinggo-Pulau Gili Ketapang rata-rata tidak memenuhi standar keselamatan pelayaran. Selain alat keselamatan tidak lengkap, jumlah penumpang juga sering melebihi kapasitas.

Berdasarkan pantauan di lapangan, perahu angkutan penumpang untuk rute Probolinggo-Pulau Gili Ketapang, yang ditempuh selama satu jam, hanya sebagian kecil dilengkapi alat keselamatan seperti pelampung dan sekoci.

”Memang tidak semua perahu dilengkapi pelampung dan sekoci. Namun, ke depan kami akan mengusahakan agar minimal ada alat keselamatan di setiap perahu,” ujar Suryono (51), Ketua Paguyuban Pemilik Perahu Penyeberangan Probolinggo-Pulau Gili Ketapang.

Perahu yang dikatakan memiliki kelengkapan penyeberangan pun saat dicek hanya memiliki satu jaket pelampung dan satu sekoci. Padahal, sekali angkut perahu ke Pulau Gili Ketapang itu memuat 20-50 penumpang.

Kapasitas perahu tersebut pun hanya 20 penumpang sekali jalan, tetapi sering pemilik perahu mengangkut penumpang lebih banyak dari kapasitas.

”Ya, tetap diangkut selama perahu muat. Ini karena perahu-perahu ini satu-satunya alat transportasi Probolinggo-Gili Ketapang,” ujar Suryono.

Saat ini ada 42 perahu jurusan Probolinggo-Gili Ketapang. Dari jumlah itu, yang mengantongi izin hanya 31 perahu.

”Memang baru 31 perahu yang mengantongi izin dari pelabuhan. Lainnya dijalankan tanpa izin. Kalau mengantongi izin, biasanya datanya kami lengkap dan mereka mendapat penyuluhan mengenai keselamatan kapal dari kami,” ujar Syahbandar Pelabuhan Tanjung Tembaga Willianto.

Willianto mengatakan, perahu angkutan penumpang Probolinggo-Gili Ketapang pun sebenarnya bukan perahu standar angkutan penumpang. Perahu penyeberangan Gili Ketapang-Probolinggo adalah perahu nelayan berkekuatan 30 PK yang dialihfungsikan menjadi perahu angkutan penumpang.

Berbeda dari kapal-kapal kecil, kapal-kapal perintis milik PT Pelni diperiksa secara rutin.

Direktur Utama PT Pelni Jussabela Sahea mengatakan, setiap kapal yang dioperasikan wajib diperiksa dan diterbitkan sertifikat kapal oleh Biro Klasifikasi Indonesia. Kapal yang sama juga harus mendapatkan sertifikasi keselamatan dari Direktorat Keselamatan dan Pelayaran Kementerian Perhubungan.

Investasi mahal

Moda transportasi laut yang kurang memadai boleh jadi dipicu mahalnya harga kapal. Menurut Sattar Sirajuddin (43), pengusaha kapal di Makassar, pengusaha terpaksa membeli kapal bekas yang rata-rata dibuat tahun 1970-an karena harganya terjangkau. Tahun 1997, ia membeli tiga kapal bekas kapasitas 2.700 gros ton yang masing-masing seharga Rp 7,5 miliar.

Harga tersebut saat ini naik menjadi Rp 12 miliar-Rp 15 miliar. Adapun harga kapal buatan tahun 1984-1990 dengan kapasitas sama kini mencapai Rp 25 miliar. ”Kapal baru harganya mencapai Rp 80 miliar-Rp 100 miliar. Pengusaha bisa gulung tikar karena harga itu tak sesuai dengan tarif pengiriman barang ataupun sewa penumpang,” kata Sattar.

Sementara itu, menyikapi maraknya kecelakaan transportasi laut akhir-akhir ini, pemerintah mengambil langkah mengaudit perusahaan operator yang kapalnya mengalami kecelakaan.

”Kami ingin melihat dan mengaudit seberapa besar faktor keselamatan itu mendapat tempat di dalam perusahaan operator kapal,” kata Menteri Perhubungan Freddy Numberi, Jumat, di Kantor Presiden, Jakarta.

Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Leon Muhamad menyatakan, salah satu kendala dalam perawatan rutin kapal adalah kapasitas galangan kapal di Indonesia lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kapal yang beroperasi.(LAS/RIZ/DIA/WHY/WER/JAN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com