Jakarta, Kompas
”Selain itu, bank terbesar di Indonesia adalah milik pemerintah,” kata Direktur Utama Bank Mutiara Maryono kepada wartawan di Jakarta, Selasa (20/9).
Pekan lalu, dalam acara Ikatan Bankir Indonesia, Menteri Keuangan Agus Martowardojo meminta para bankir untuk mendukung Bank Mutiara. Selain itu, bank juga diminta memberikan technical assistance atau bantuan teknis bagi Bank Mutiara.
Maryono memaparkan, bantuan teknis itu untuk mempercepat penyehatan bank yang sebelumnya bernama Bank Century itu. Setelah penyehatan lebih cepat, maka proses divestasi juga dapat berjalan lebih cepat.
”Menteri Keuangan mengatakan tidak risau meski gagal dalam divestasi di tahun pertama. Tapi, tahun kedua bisa dijual,” tambah Maryono.
Proses pengkajian bank yang tepat memberikan bantuan teknis bagi Bank Mutiara akan melibatkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dengan penyertaan modal sementara Rp 6,7 triliun tahun 2008, LPS memiliki hampir 100 persen saham Bank Mutiara.
Saat ini, Bank Mutiara masih memiliki banyak aset bermasalah. Untuk itu, bantuan teknis diperlukan agar pemulihan aset yang bermasalah dapat dilakukan dengan cepat.
Kinerja Bank Mutiara per 30 Juni 2011 antara lain laba perseroan Rp 204 miliar dengan total aset Rp 12,566 triliun. Ekuitas mencapai Rp 923 miliar, dengan rasio kecukupan modal (CAR) 9,9 persen.
Proses penjualan Bank Mutiara akan dimulai lagi setelah LPS mengevaluasi proses yang lalu. Proses penjualan sebelumnya, tiga investor yang mengajukan conforming letter dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Kemarin, Bank Mutiara menandatangani perjanjian kerja sama dengan Asuransi Central Asia (ACA). Melalui kerja sama ini, Bank Mutiara memberikan bank garansi maksimal Rp 100 miliar kepada ACA. Bank garansi ini untuk menjamin kegiatan usaha konstruksi dan nonkonstruksi perusahaan yang menjadi nasabah ACA.
Direktur Utama ACA Teddy Hailamsah belum bisa menjelaskan seberapa besar nasabah yang akan menggunakan fasilitas bank garansi dari Bank Mutiara. ”Kami berharap, dengan langkah ini kami bisa saling mengisi,” kata Teddy.
Pendapatan premi ACA pada tahun 2011 ditargetkan Rp 2 triliun. Per 20 September 2011, pendapatan premi sekitar Rp 1,38 triliun. Porsi terbesar pendapatan premi dari asuransi kendaraan bermotor sekitar 45 persen. Disusul asuransi properti sebesar 40 persen.